Laman

Selasa, 26 Mei 2015

Sungguh Mengherankan!



Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Riwayat dari Umar bin Khotob ra, aku mendengar Rasullulah mengatakan:
“Sesungguhnya amal-amal itu bergantung dengan niat-niatnya, dan sesungguhnya setiap orang tergantung
apa yang diniatkan. Maka siapa yang hijarhnya kepada Allah dan rasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasulNya.
Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia akan mendapatkan dunia, atau kepada perempuan, akan mengawininya. Maka hijrahnya tergantung apa yang doiorientasikannya.” (Hr. Bukhori, Muslim dan Nasa’y dan yang lain)
Hati kaum arifin senantiasa menuju Rabbul ‘alamin.
Raihlah tujuan perjalanan akhir tanpa hambatan,
Hanya menuju dan bagi Allah, janganlah ke lain Allah
Setiap apa yang kau harapkan
Teguh dengan hijrah kepada Allah
Riwayat Anas bin Malik ra, berkata: Bahwa dibawah dinding dimana allah swt memberi khabar melalui firmanNya,
“Dan di bawahnya ada perbendaharaan bagi keduanya…”, adalah lembaran dari emas. Dan emas itu ada tulisan di dalamnya , “Bismillahirrohmaanirrohim.
Aku heran kepada orang yang yang meyakini kematian, bagaimana ia bisa gembira? Aku heran pada orang yang meyakini takdir, bagaimana ia susah? Aku heran kepada orang yang meyakini adanya neraka, bagaimana ia bisa tertawa? Aku heran dengan orang yang meyakini sirnanya dunia dan penghuninya akan tertbalik, bagaimana ia merasa tenteram di dunia? Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah.”
Wahb –Rahimahullah – mengatakan, “Suatu ketika aku berjalan menuju wilayah Romawi, tiba-tiba kudengar suara dibalik bukit sedang bergema:
“Oh Tuhanku, aku heran pada orang yang mengenalMu, bagaimana dia malah senang dengan benciMu demi kerelaan pada selain DiriMu?
“Oh Tuhanku, aku heran kepada orang mengenalMu, bagaimana ia masih berharap kepada selain Dikau?”
Lalu aku mencari suara itu, ternayata disana ada orang tua yang sedang bersujud, bermunajat:
“Mahasuci Engkau…Maha Suci Engkau, sungguh mengherankan bagi makhluk, bagaimana mereka ini berharap padaMu suatu gantiMu?
Maha Suci Engkau, sungguh mengherankan bagaimana bagaimana mereka sibuk berbakti kepada selain Engkau?!
Maha Suci Engkau, sangat mengherankan makhluk, bagaimana mereka rindu selain DiriMu?
Maha Suci engkau…Maha Suci Engkau, bagaimana mereka menikmati sesuatu Selain DiriMu, dan sesuatu SelainMu?”
Lalu aku lewat, dan aku tak menghiraukan apa yang aku lihat.
Abu Yazid ra, berkata, “Aku heran kepada ahli syurga, bagaimana mereka menikmatinya tanpa Allah? Atau bagaimana mereka bisa bersuka ria tanpaNya? Aku heran orang yang merasa puas pada suatu kondisi ruhani, tanpa ia puas dengan sang pemilik kondisi ruhani itu? Lebih mengherankan pada mereka yang menghadapkan dirinya pada makhluk, sedangkan Allah ta’ala memanggil, “Kemarilah padaKu…PadaKu…”
Abdullah bin Muqotil ra mengatakan:
“Aku heran kepada manusia, dimana Allah memilih untuk DiriNya, dengan serba cukup dariNya, malah manusia kontra dariNya disertai rasa butuh padaNya!
Aku heran kepada orang yang sibuk dengan urusannya, padahal urusannya sudah selesai.
Aku heran kepada orang yang memerintahkan orang lain sedang ia sendiri tidak mengerjakan, ia marah pada orang lain sedang ia sendiri melanggar, ia benci untuk maksiat sedangkan ia melakukannya. Ia senang untuk ditaati sedangkan ia tidak taat pada Tuhannya. Ia mencaci yang lain dengan prasangka, sedangkan ia tak pernah mencaci dirinya dengan yakin.”
Hatim al-Asham ra mengatakan:
“Aku heran kepada orang yang malu pada makhluk, bagaimana ia tidak malu kepada Allah?
Aku heran kepada orang yang mencari ridlo makhluk sedangkan ia tidak mencari ridlo Tuhan?
Aku heran kepada orang yang mencintai ahli ibadah, sedangkan ia menuju maksiat?
Aku heran kepada orang yang mengenal keagungan Allah bagaimana ia bisa kontra padaNya?
Aku heran kepada orang yang makan rizki Tuhannya bagaimana ia terimakasih kepada selain Allah?
Aku heran kepada orang yang membeli budak dengan hartanya, bagaimana ia tidak membeli orang merdeka dengan kebajikannya dan ucapan indahnya?”
Khunais bin Abdullah ra berkata,:
“Aku heran kepada orang yang malamnya bangun, siangnya puasa, menjauhi larangan-laranganNya, namun tidak bisa bertemu denganNya kecuali hanya menangis dan susah belaka? Aku heran kepada orang yang malamnya tidur, siangnya bermain-main, dipenuhi dosa-dosa, sedangkan ia tak akan bertemu denganNya selamanya, malah ia tertawa bergembira…”
Yahya bin Mu’adz ra berkata:
Aku heran kepada orang yang menghinakan dirinya untuk si budak, dan ia menemukan dari Tuannya apa yang dia mau?
Aku heran kepada orang yang konsumsinya roti kering, namun bermaksiat pada tuhannya Yang Maha Lembut?
Aku heran kepada orang yang takut akan kematian dirinya tapi tidak takut kepada kematian hatinya, yang takut akan kehilangan dunianya, bagaimana ia tidak takut kehilangan agamanya?
Seorang Sufi berdendang:
Ilahi….
Aku heran dariMu dan dariku
Apakah Kau mensirnakan diriku olehMu dariku
Engkau dekatkan aku dariMu hingga
Kuduga sesungguhnya Engkau adalah aku?
Yahya bin Mu’adz ra bermunajat:
Oh Ilahi…
Mengingat syurga berarti kematian, mengingat neraka berarti kematian, sungguh mengherankan orang yang hidup diantara dua kematian! Soal syurga ia tidak sabar, dan soal neraka ia tidak sabar atas siksanya.
Dikatakan, “Mengingat wushul adalah kematian. Mengingat “pisah” adalah kematian. Bagaimana hati hidup diantara dua kematian? Kematian orang yang ma’rifat itu sangat mengherankan. Karena sang arif berada diantara kegembiraan ma’rifat dan ketakutan pisah dengan Allah Ta’ala. Bagaimana kematian berserasi dengan kesenangan ma’rifat? Atai bagaimana kehidupan disertai ketakutan pisah?”
Aku heran kepada orang yang berkata “Aku mengingat Tuhanku..”
Adakah bisa lupa, lalu aku mengingat yang kulupa?
Aku mati jika mengingatMu, kemudian hidup
Jika bukan karena air wushulMu aku tak pernah hidup
Lalu Kau hidupkan dengan harapan, lalu aku mati oleh kerinduan.
Seberapa banyak aku hidup padaMu dan berapa aku mati?
Kuteguk air cinta
Piala demi piala
Tak habis-habismu minuman
Tak puas-puasnya
Sungguh heran!
Perkaraku jadi aneh disetiap lorong keanehan
Lalu aku jadi heran di setiap lorong keheranan.

Di Dunia Ada Surga, SURGA DUNIA MAKRIFATULLAH

Di Dunia Ada Surga, SURGA DUNIA MAKRIFATULLAH
Metode penjabaran kalimah Tauhid LA ILLAHA ILALLAH selain menjabarkan tentang mengenal diri, adanya empat tingkat ilmu, juga menjabarkan tentang adanya empat tahap keyakinan.
1. Keyakinan dalam ilmu syari'at duduknya ditubuh, disebut ilmu yakin.
Yaitu : Yakin benar sesuai apa kata Guru dan atau pada apa yang tertulis di kitab-kitab termasuk pada Al-Quran dan Hadits, Ijma dan Qiyas jumhur para 'Ulama.
Orang-orang yang duduk di keyakinan ini disebut muslim karena hanya mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya saja dari apa yang tersurat atau tertulis baik yang ada dikitab termasuk Al-Qur'an dan As-Sunnah maupun dari apa yang disampaikan oleh Guru/Mursyid/Pembimbing.
2. Keyakinan dalam ilmu Tarekat/Thoriqoh duduknya dihati, disebut 'Ainul yakin.
Yaitu : Yakin benar sesuai apa kata hati/sanubari.
Orang-orang yang duduk di keyakinan ini disebut Mu'min karena telah mampu berketetapan dengan membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan Hatinya jadi tidak tergantung dari apa yang di sampaikan oleh Guru ataupun dari apa yang tertulis di Kitab-kitab termasuk Al-Qur'an dan Hadits, Ijma dan Qiyas.
Jadilah Orang-orang MU’MIN karena akan banyak mendapat karunia dari Allah Subhanahu Wata'la sebagaimana firman-Nya.
"Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mu’min bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah."
( Al-Ahzab 47 )
Hadist Qudsi, berkata Abu Hurairah ra. bahwa Rosulillah Sholallohu 'Alaihi wasallam bersabda : Allah berfirman :
"Hamba-Ku yang Mukmin adalah lebih Kucintai daripada setengah para Malaikat-Ku."
[HR. Thobaroni]
3. Keyakinan dalam Ilmu Hakekat/Hakiqot duduknya di Jiwa, disebut Hakkul YAKIN.
Yaitu : Yakin benar sesuai apa kata Jiwa.
Keyakinan pada Jiwa yang dikatakan sebenar-benarnya Guru/Mursyid MuRobbii adalah Nur Muhammad Rosulillah Sholallohu 'Alaihi Wasallam sebagai pemegang Kunci pintu surga/Miftahul Jannah dan keyakinan pada Nyawa ini berdasarkan Firman Allah Shubhanahu wata'ala dalam Al-Qur'an.
"Allah mengilhamkan kepada Jiwa/Nyawa itu jalan Kefasikan dan KeTaqwaannya, sesu­ngguhnya beruntunglah orang yang mensucikan Jiwa/Nyawa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
( SYAMS 8-10 )
4. Keyakinan dalam Ilmu Ma'rifattulloh duduknya di Rahasia, disebut Kamalul Yakin atau Yakin yang sempurna.
Yaitu : Yakin benar karena Allah semata ( Kontak Langsung )
Keyakinan pada tingkatan ini hanya dimiliki oleh orang yang bertaqwa dan telah dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata'ala atau biasa disebut sebagai kekasih Allah subhanahu wata'ala atau Auliya. Keyakinannya berdasarkan atas penyaksian yang terjadi dalam perjalanan Spiritual yang di perjalankan oleh Allah Subhanahu wata'ala sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala dalam Al-Qur'an.
"Aku tidak menghadirkan mereka ( Iblis dan anak cucunya ) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak pula penciptaan diri mereka sendiri, dan tidaklah aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong..."
( Al-Kahfi 51 )
Penyaksian yang terjadi termasuk bertemu dengan Allah SWT sebagaimana yang di isyaratkan dalam Hadist, Rosulillah Sholallohu 'Alaihi wasallam berkata :
"Seseorang diantara kamu akan bercakap-cakap dengan Tuhannya tanpa ada penterjemah dan dinding yang mendindinginya."
( HR. Bukhori )
"Sesungguhnya ada sebagian ilmu yang diibaratkan permata yang terpendam, tidak dapat mengetahuinya kecuali Ulama Billah. Apabila mereka mengungkapkan ilmu tersebut maka tidak seorangpun yang membantahnya kecuali orang–orang yang tidak paham tentang Allah."
( Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi RA )
Pengajian Diri Dan Pengkajian Rasa.
Sepertinya bisa jadi kita baru BerSyariat walau sudah merasa pinter (ibarat itu baru menaiki kapal besar)
Namun belum berThoriqoht. (Ibarat belum menggerakan jalannya kapal diatas /tengah lautan sesuai haluan dgn methode perjalanannya)
Lalu bagaimana mungkin kita mencapai Hakikat/Haqikot. (ibarat mencapai dan tahu serta mengenal cahaya-Nya lu'lu uwal marjan didasar lautan, menggapai pulau cinta dengan sebutan tanam manisnya buah keimanan dalam didikan hati kebenaran sejati)
Sebait syair: "Hakikat/hakiqot adalah akhir perjalanan mencapai tujuan, menyaksikan cahaya nan gemerlapan, dari ma’rifatullah yang penuh harapan."
Syari'at, thoriqoht dan hakikat tentu saling bertautan antara satu sama lain. Maka apabila syari’at merupakan peraturan, thoriqoht merupakan pelaksanaan, dan hakikat merupakan tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya. Itulah sejatinya kesempuranaan tujuan perjalanan.
Semisal tentang bersuci-thoharoh, menurut syari'atnya berbersih diri dengan air. Sedang thoriqohtnya bersih diri lahir dan bathin dari hawa nafsu. Kemudian Hakikatnya bersih hati dari selain Allah. Ya semuanya itu untuk mencapai Ma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benarnya mengenal. Ingat slogan tak kenal maka tak sayang...
Contoh lagi menurut syari’at bila seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib mustaqbila qiblati, karena al-Qur’an menyebutkan : "Hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram ( Ka’bah) di Mekkah."
Menurut thoriqoht, hati wajib menghadap kepada Allah berdasarkan ayat al-Qur’an yang menyebutkan : "Fa’budunii ( sembahlah Aku )."
Menurut hakikat, bahwa kita menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Sebagaimana sebuah hadits yang berbunyi : "Sembahlah Tuhanmu seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Tuhan pasti melihat kamu."
Selanjutnya menurut Ma’rifat ialah mengenal Allah untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadah itu yang dengan khusyu’ seorang hamba dalam sholat merasa berhadapan dengan Allah, ketika itu perasaan bermusyahadah berintai-intaian dan bercakap-cakap (komunikatif) dengan Allah seolah-olah Allah berkata : "Innanii Ana Allah Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, maka kehadiran hati berkata : Anta Allah ( Engkaulah Allah). Lalu Allah berkata lagi : Aqimish-sholata lizikrii“
(Bersholatlah untuk mengingat-Ku).
Jadi kalau kita ibadah bukan hanya memotori dan menggemakan diri dengan kata-kata mesti ikhlas-ihklas-ihklas dan benar sesuai tuntunan saja namun belum sejatinya bila masih terlintas atas beban keta'atan itu sendiri.
Ihklas itu sebuah cerminan dari kecintaan sehingga melaksanakan perintah bukan karena titah aturan semata tapi keridhoan kasih yang nyata yang hanya didapat dari proses mengenal... Kenali dirimu bila engkau ingin mengenal Tuhanmu, kenali diri itu makna bimbingan atas jiwa dan hati....
Contoh paling mudah yaitu apabila kita mencintai kekasih kita tentu kita dengan ikhlas dan rela melakukan apapun tanpa dipinta apalagi diminta...

Pendidikan Ilahi

Riwayat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, dari Rasulullah saw, bersabda:
“Tuhanku mendidikku, dan Dia mendidik adabku dengan baik.”
Hadits mulia ini melazimkan perwujudan hakikat dengan
mengikuti jejak Adab Nabi saw. Barangsiapa yang tergelincir dari adab tersebut akan terjerumus dalam hawa nafsunya. Siapa yang berpisah dengan adab tersebut ia tersesat dan menyimpang. Maka dengan adab itulah kaum muqorrobun menanjakkan hasratnya, rahasia-rahasia kaum arifin memancar. Dan tidak ada arah benar dalam jalan ma’rifat Billah kecuali mengikuti jejak adab Nabi Muhammad saw. Sedangkan semua tangganya adalah: Dzikir yang terus
menerus.Anak-anaku, ingatlah kepada Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala adalah puncak derajat dzikir. Allah mengagungkan derajat itu, dan meninggikan perkara, kemuliaan dan karunianya. Kemudian dzikir terbagi dalam bentuk lisan, rukun dan hakikatnya.
Bagi sang pendzikir hendaknya :
• Tidak terfokus pada dzikirnya,
• Memiliki himmah (cita) dan kehendak yang mulia,
• Mempunyai kecerdasan lembut dalam isyarat,
• Niat dan kehendaknya benar (Lillahi Ta’ala)
• Dalam berdzikir tidak bertujuan lain selain Allah Ta’ala.
•Dan tidak menempuh jalan lain selain menuju kepadaNya. Karena wushul secara total itu di bawah RidloNya, bukan yang lainNya. Sedangkan terhalang total itu semata karena sibuk pada yang lainNya
Bagi orang yang berdzikir hendaknya mengingat Allah secara total dengan penuh pengagungan dan penghormatan. Bukan dengan asal-asalan apalagi dengan kealpaan, karena dzikir yang tidak mengagungkan dan menghormatiNya justru menimbulkan hijab pada Allah, sebagai bentuk siksa atas sikap meninggalkan pengagungan dan penghormatan itu. Sebab menjaga kehormatan dan pengagungan padaNya itu lebih utama ketimbang dzikirnya.
Tak seorang hamba pun yang berdzikir secara hakiki, melainkan akan lupa pada selain Allah Ta’ala. Allah sebagai ganti segalanya.
Terkadang sang arif ingin berdzikir, lantas memuncaklah gelombang pengagungan dan kharismaNya, hingga lisannya kelu, lalu jiwanya membubung karena keagungan wahdaniyahNya, kemudian tampak padanya pancaran rindu dan cinta dari hijab kasih qalbu dan kelembutan, hingga hasratnya sampai pada permadani Uluhiyah dan hamparan medan rububiyah, atas izin Allah Ta’ala.
Pada saat itulah terbuka tirai dari segala hal selain Dia, atas keajaiban rahasiaNya dan kelembutan ciptaanNya, keparipurnaan KuasaNya dan pancaran cahaya-cahaya SuciNya.
Pada saat itulah sang hamba tahu bahwa Allah swt melakukan apa pun yang dikehendnakiNya, pada orang yang dikehendaki, bagi orang yang dikehendaki, kapan kehendakNya dan bagaimana kehendakNya, melalui Tangan anugerahNya, pemberian dan kehendakNya.
Tak ada yang menolak atas karuniaNya dan tidak ada yang menghalangangi atas hukumNya, maka sang hamba akan sibuk denganNya, menjadi fana’ dibawah Baqa’Nya.
Inilah makna dari salah satu kabar, bahwa Allah swt, berfirman dalam salah satu kitabNya, “Siapa yang mengingatKu dan tidak lupa padaKu, maka Kugerakkan hatinya untuk mencintaiKu, hingga ketika ia bicara ia bicara karenaKu, dan ketika diam, ia diam karenaKu.”
Allah swt, berfirman:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan dzikir kepada Allah…”
Yahya bin Mu’adz ra, berkata, “Dzikir itu lebih besar ketimbang syurga, karena dzikir itu adalah bagian Allah sedangkan syurga itu bagiannya hamba. Dalam dzikir ada ridlo Allah, sedang dalam syurga ada ridlo hamba.” Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, beliau berkata, “Sesungguhynya Allah Ta’ala tampak pada orang-orang yang berdzikir ketika berdzikir dan membaca Al-Qur’an, hanya saja mereka tidak melihatNya. Karena Allah Maha Mulia (tidak bias) dilihat (matakepala), dan Maha Jelas dari ketersembunyian. Karena itu, menyendirilah kalian semua bersama Allah swt, dan bermesralah dengan dzikrullah. Tak ada yang turun pada seorang hamba satu pun, kecuali ada dalilnya dalam Kitabullah, berupa petunjuk dan penjelasan.” Mesra dengan Allah swt. Abu Abdullah an-Nasaj ra mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt memiliki syurga di dunia, siapa pun yang masuk akan aman. Sungguh indah dan sebaik-baik tempat kembali.” Ditanya, “Syurga apakah itu?” “Mesra bersama Allah swt.” Jawabnya. Dalam sebagian kitabnya Allah Ta’ala berfirman, “Wali-wali dan KekasihKu, bernikmat-nikmatlah kalian dengan mengingatKu, dan bersukacitalah denganKu. Akulah senikma-nikmat Tuhan bagimu di dunia dan di akhirat.”
Abu Bakr al-Wasithy ditanya, “Apakah anda ingin makanan?”
“Ya,” jawabnya.
“Makanan apa?”
“Satu suapan dari dzikrullah, dengan kejernihan yaqin, dan di atas sajian ma’rifat, dengan tegukan air husnudzon dari wadah ridlo Allah swt.”
Diriwayatkan Allah swt, berfirman kepada Nabi Ibrahim as, “Tahukan kamu mengapa Aku jadikan dirimu sebagai Al-Khalil (sahabat dekat)?” “Tidak,” jawab Ibrahim as. “Karena hatimu tak pernah lupa padaKu, dan dalam situasi apa pun dirimu tak pernah melupakanKu…” “Jika bukan karena Engkau memerintahkan kami berdzikir kepadaMu, siapakah yang berani mengingatMu? Karena keagungan dan kebesaranMu…..?” Sungguh mengherankan bagaimana orang yang berdzikir, hatinya masih ada dalam tubuhnya ketika mengingat keagunganMu! Diriwayatkan, bahwa Allah swt, berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa, sesungguhnya aku tidak menerima sholat dan dzikir kecuali pada orang yang tunduk pada keagunganKu, hatinya terus menerus takut padaKu dan usianya dihabiskan untuk mengingatKu.[pagebreak]
Wahai Musa!Orang seperti itu, ibarat syurga firdaus di antara syurga, rasanya tak pernah berubah, daunnya tak pernah kering, maka Aku jadikan rasa takutnya sebagai rasa aman baginya, dan kujadikan cahaya ketika dalam kegelapan, dan Aku ijabahi sebelum berdoa, serta Aku beri sebelum meminta kepadaKu.”
Dalam suatu hadits disebutkan, Allah swt, berfirman: “Siapa yang sibuk dzikir padaKu jauh dari meminta padaKu, akan Aku beri sesuatu yang lebih utama disbanding yang Kuberikan mereka yang meminta padaKu.” Nabi Isa as, mengatakan, “betapa bahagia orang yang berdzikir kepada allah swt, dan tidak mengingat kecuali hanya Allah swt. Dan bahagialah orang yang takut penuh cinta kepada Allah swt, dan tidak takut kecuali hanya pada Allah swt.” Diriwayatkan bahwa Nabi Ya’qub as, ketika munajat, “Oh kasihan sekali Yusuf…” Maka Allah swt menurunkan wahyu, “Sampai kapan kamu ingat Yusuf terus? Apakah Yusuf itu makhlukmu, atau rizkimu, atau yang memberimu kenabian? Maka demi kemuliaanKu, seandainya kamu mengingatKu, dan kamu sibuk mengingatKu dengan menepis ingatan yang lain, sungguh Aku bebaskan derita dalam dirimu seketika!” Maka, Nabi Ya’qub tahu atas kesalahannya dalam mengingat dan menyebut Yusuf, lalu ia pun membungkam lisannya. Rabi’ah al-Bashriyah ra, mengatakan, “Betapa menakutkannya di saat ketika aku tidak mengingatMu!”
Nabi Musa as, suatu hari bermunajat: “Ya Ilahi, benarkan Engkau dekat hingga Aku munajat kepadaMu? Ataukan Engkau jauh hingga aku memanggilMu?” “Aku senantiasa bersama orang yang mengingatKu, dekat dengan orang yang bersukacita denganKu, lebih dekat dibanding urat nadi,” jawab Allah swt. Dzun Nuun al-Mishry ditanya, “Kapankah seorang hamba benar-benar sufistik dalam dzikrullah?” “Manakala ia ma’rifat dengan Allah swt, dan bebas dari selain Allah swt.” Jawabnya.
Ali bin Abi Thalib–Karromallahu Wajhah– menegaskan, “Dzikrullah itu makanan jiwa, memuji Allah itu minuman jiwa, dan malu pada Allah swt itu pakaian jiwa. Tak ada yang lebih lezat ketimbang mengingatNya, dan tak ada yang lebih nikimat ketimbang bermesra denganNya.” Dalam salah satu kitabNya, Allah swt, berfirman, “Siapa yang mengingatKu dalam batinnya, maka Aku mengingatnya dalam DiriKu, siapa yang mengingatKu di padang luas, Aku pun mengingatnya di padang luas, siapa yang mengingatKu dengan segenap dirinya, maka Aku mengingatnya dengan segenapKu.” Para makhluk pada menjerit pada iblis, sedangkan Iblis menjerit karena orang-orang yang berdzikir, lalu beliau membaca ayat :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa manakala bertemu dengan segolongan syetan (dengan godaannya), mereka berdzikir kepada Allah, dan ketika itu pula mereka memandang kesalahan-kesalahannya.” (Al-A’raaf, 201)
Ibnu Abbas ra, mengatakan, “Tak seorang pun dari orang beriman melainkan dalam dirinya ada syetan, apabila mengingat Allah syetan terpedaya, dan jika ia lupa dzikir maka syetan menggoda.’
Dzikrullah adalah obat, penyakit mana pun tidak akan mengancamnya. Sedangkan mengingat manusia itu penyakit, obat mana pun tak akan menyembuhkannya.
Jadikan dzikir itu sebagai iiblat cita-citamu, dan penerang lampu dalam masjid fikiranmu. Ketahuilah bahwa hakikat sukacita nan mesra adalah mengingat sang kekasih, yaitu melupakan lainnya.
Siapa yangt aktif mengingat Allah swt, akan sirna selain Dia, lalu ia hangus di bawah kelembutan ciptaNya, seluruh dirinya habis di bawah Kemahaindahan pertolonganNya, lalu tenggelam di lautan ingatan anugerahNya.
Manusia punya dua hari raya setahun
Sedang bagi penempuh seluruh hidupnya hari raya
Dzikir adalah kebiasaannya
Pujian adalah kesantaian jiwanya
Hati di alam kerajaan Ilahi Rabb
Sangat penuh suka cita.