Laman

Senin, 15 September 2014

MANIFESTASI ROH 3


Ada sebuah kisah yang mengisahkan tentang tempat tinggal roh. Abu Bakar r.a. ditanya tentang ke mana roh itu pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka Abu Bakar berkata : “Roh itu akan menuju ke tujuh tempat yakni : Roh para nabi ke surga Adnin, roh para ulama akhirat menuju ke surga Firdaus, roh mereka yang berbahagia menuju ke surga Illiyyina, roh para syuhada berterbangan seperti burung di surga sekehendak mereka, roh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara, tidak di bumi dan tidak dilangit sampai hari kiamat, roh anak-anak yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik, dan roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijin, mereka disiksa beserta jasadnya sampai hari kiamat”.
Ikutan Setan
Sebagaimana uraian di atas wali mursyid merupakan teknokrat di bidang kerohanian. Syekh Abu Yazid Al-Bisthami berkata, “Barangsiapa menuntut ilmu tanpa Syekh (Guru Mursyid), maka setan lah sebagai Syekh (Guru Mursyid) nya”. Dalam sebuah hadist nabi bersabda: “Jadikanlah dirimu beserta Allah, jika engkau tidak bisa menjadikan kamu beserta Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang sudah beserta Allah”. Manusia yang sudah pasti beserta Allah tentu para Nabi dan para Auliya Allah.
Sekarang Nabi telah tiada secara zahir, tetapi rohnya tetap hidup bergandengan dengan Yang Maha Hidup (Allah SWT). Karena itu, manusia wajib mencari guru yang mursyid (ulama pewaris nabi) sebagai pengganti Rasul di muka bumi, sebagai juru selamat dunia dan akhirat. Karena rohani guru tersebut senantiasa bergandengan pula dengan rohani Rasulullah. Di situlah tempat bersandar diri bukan kepada ulama dunia yang kerap menjual ayat-ayat Tuhan. Ulama dunia malah diancam oleh Tuhandengan azab yang paling pedih.
Kembali ke soal roh, urusan roh memang tergolong urusan yang sangat pelik, maka jarang orang bisa memahaminya. Dekatnya jasmani misalnya dengan seorang guru mursyid, itu tidak berarti secara otomatis jiwa/roh kita pun ikut dekat. Bila si murid hendak berhubungan secara rohani dengan gurunya maka ia harus terlebih dahulu mensyucikan jiwa/rohnya. Menyucikannya bukan dengan air tetapi dengan dzikrullah secara sungguh-sungguh sesuai dengan petunjuk guru mursyid.

MANIFESTASI ROH 2


Jalan itu salah satunya adalah dengan terus menghubungkan diri rohaninya dengan diri rohani gurunya yang senantiasa bergendengan dengan arwah suci Rasulullah. “Faainlam takun maallahi fakun ma’aman ma’allahi faa innahu yuusi luka ilallahi (Barang siapa belum beserta Allah, besertalah dengan orang (rohnya) yang beserta Allah. (Roh)) orang itulah (yang rohnya berisi wasilah Allah) yang menghubungkan (roh) engkau (langsung) dengan Allah”.
Hakikat daripada roh ia tidak berjarak, asal elemen dan unsur yang ada di dalamnya sama. Sebab dua sifat yang berbeda tidak mungkin terdapat oada sesuatu dalam waktu yang bersamaan. Apabila rohani yang diikuti (pertama) memiliki Nuurun Alaa Nur dari Rasulullah, maka otomatis pula rohani yang berikutnya yang telah menggabungkan diri, juga memiliki Nuurun Alaa Nur. Sebagaimana benda cair dengan benda cair, gas dengan gas, semuanya dapat menyatu. Benda padat dengan benda padat ia tidak dapat menyatu karena memiliki unsur yang berbeda dan berjarak.
Salah Kaprah
Dalam persoalan roh, manusia sering terjadi salah kaprah. Karena roh dikatakan urusan Tuhan dan manusia hanya diberi pengetahuan sedikit tentang itu, “Quli’ rruuhu min amri rabbi” (Katakanlah ya Rasul, bahwa roh itu adalah urusan Tuhan), maka mayoritas manusia beranggapan bahwa hal itu tidak perlu lagi dipikirkan, semua urusan Tuhan.
Pandangan yang demikian sebetulnya merupakan reduksi, pengurangan dari ajaran Islam yang ada dalam Al-Qur’an. Membuat orang semakin jauh untuk dapat mengenal Tuhannya. Bukankah sedikit menurut Tuhan berbeda dengan sedikit menurut ukuran manusia. Sedikit menurut Tuhan dalam soal roh, bukan manusia tidak perlu mengetahui, mengkaji, meneliti sedikit pun manifestasi daripada roh tersebut. Untuk apa Tuhan membicarakan persoalan roh kalau sedikit pun manifestasinya tidak bisa diketahui hamba-Nya.
Roh segala manusia, roh segala malaikat, roh segala jin, rohnya iblis, rohnya hewan, rohnya tumbuhan, dan segalanya itu benar urusan Tuhan. Akan tetapi, yang membersihkan dan menyucikan roh semua makhluk itu bukan lagi Tuhan tetapi masing-masing makhluk itu sendiri. “Ar waahinaa ajsaadinaa waajsaa dinaa arwaahinaa” (Roh kami adalah tubuh kami dan tubuh kami adalah roh kami).
Tuhan tidak akan menyucikan roh seseorang sebelum orang itu sendiri berusaha menyucikan rohnya sendiri (dirinya yang batin) dengan dzikrullah (dengan metode Tarekatullah). Karena seperti dikatakan di atas ucapan lidah yang zahir saja aja tidak akan tembus ke dalam roh yang berlainan dimensi dan substansinya. Itulah tujuan beribadah dalam rangka membersihkan jiwa/roh tersebut. Roh adalah cermin dari Dzat Allah, sebab Allah SWT tidak dzahir dengan Dzat-Nya melainkan dengan roh tersebut. Allah tampak pada semua makhluk yang lainnya hanya dengan sifat-Nya.
Allah tidak bersifat material (jasmani) tetapi bersifat spiritual (rohani). Oleh karena itu, untuk mencapainya harus melalui jalan rohani pula. Untuk kembali kepada Allah, jiwa/roh manusia harus dalam keadaan suci. Sebab tiap sesuatu yang memiliki sifat yang berbeda mustahil keduanya dapat menyatu. Sepotong magnet misalnya tidak akan pernah menyatu dengan sepotong kayu karena keduanya dipisahkan oleh ketidaksamaan elemen dan sifat yang terkandung didalamnya.
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha baik, tidak dapat menerima melainkan yang baik pula”. (HR. Muslim).
Oleh sebab itu, jalan yang ditempuh manusia yang ingin kembali kepada Allah adalah jalan penyucian roh, jiwa/nafsu. Sebab pada gilirannya nanti semua akan kembali kepada asal (pangkalnya) masing-masing. Jasmani dia akan kembali kepada asalnya yakni tanah, sedangkan jiwa/rohani akan kembali ke asalnya yakni Tuhan.
“Hai jiwa atau nafsu yang suci dan tenang kembalilah engkau kepada Tuhanmu dalam keadaan tenang”. (QS. Al-Fajr : 27-28).
Dalam ayat ini yang dipanggil adalah jiwa/nafsu yang suci dan tenang. Itu artinya hanya jiwa/roh yang suci dan tenang yang bisa kembali kepada Tuhan karena Tuhan sendiri Mahasuci.

MANIFESTASI ROH 1


Menurut sejumlah guru sufi, dari segi penciptaan, roh dan jasmani memiliki jarak hingga ribuan tahun. Eksistensi daripadanya terpisah dari akal serta pikiran, bahkan bertempat pada dimensi yang lebih tinggi dari akal, pikiran, mental, serta jasmani manusia. Roh tidak termasuk dalam unsur akal budi dan alam pikiran atau mental, tetapi menggunakan suatu unsur tersendiri, yang lebih tinggi kedudukannya. Roh adalah alat untuk dipakai menuju ke hadirat Allah SWT., sedangkan jasmani tidak karena sifatnya lebih kasar.
Dalam pandangan guru besar ilmu tasawuf/tarekat, YM. Prof. DR. H. S.S. Kadirun Yahya, M.A. M.Sc., roh manusia merupakan “zat” yang berasal dari karunia Allah, tidak berasal dari air, gas, atau tidak pula dari bumi. Roh dapat mengambil bentuk seperti rupa manusia, bila ia meliputi tubuh manusia itu sendiri. Seperti juga cahaya, air, atau gas mengambil bentuk dari bejana tempat di mana air atau gas itu dimasukkan. Roh ini berasal dari alam gaib/metafisika karena berasal dari anugerah Allah SWT., hingga tidak dapat dilihat dengan mata kepala, walaupun ia tidak bercerai-berai dengan jasmani manusia selama hayat dikandung badan.
Tetapi begitu dimasukkan sebagai jenazah ke bumi, tempat asal mulai jasmani itu jadi, maka sang roh bercerai daripadanya dan sang roh pun menyeberang kea lam baka. Maka mulailah sang roh harus mempertanggungjawabkan segala tidak tanduknya, segala gerak geriknya selama di dunia, selama ia diberikan alat jasmani serta akal yang komplit dengan segal organ/alat-alat tubuh yang sangat sempurna dan indah.
Sang Syekh mengibaratkan fungsi roh seperti computer. Roh bisa mendapatkan input dari alam gaib sebagai “wahyu” bila ia adalah seorang nabi, atau rasul, atau ilham bila ia adalah seorang manusia saleh dan taqwa. Tetapi selain getara wahyu/ilham yang positif, roh itu dapat pula dimasuki getaran-getaran yang berasal dari Iblis di alam gaib/metafisik. Input yang telah masuk ke dalam roh itu kemudian memprogram pula jasmani dan akal manusia.
Ini menurut sang Syekh yang perlu dipertanyakan pada diri masing-masing, apakah “program” yang diperintahkan roh kepada akal/pikiran manusia telah mengandung segala perintah Allah sepenuhnya, hingga manusia itu melaksanakan fitrah hidupnya dengan sebaik-baiknya? Apakah akal budi dan jasmani kita telah mengabdikan diri sepenuhnya dalam kehidupan untuk Allah SWT.? Apakah sempat pula roh itu tertipu oleh Iblis Laknatullah, yang juga merupakan suatu roh yang sangat pintar, sangat halus, dan hebat serta sangat sakti dan dahsyat, karena ia merupakan mantan malaikat yang termasuk sangat tinggi ilmunya? Tetapi sayang akibat menyeleweng Iblis itu kemudian menjadi musuh bubuyutan dari roh semua Bani Adam.
Di sinilah kata sang Syekh, letak kunci dari pada segala-galanya di alam jagad raya ini bagi hidup dan kehidupan manusia dari dunia hingga ke akhirat kelak. Karena manusia yang rohnya dikendalikan oleh Iblis, dia pasti akan merusak jagad raya ini!
Jika saja roh ini terisi dengan energy Ilahi maka akan jadi surgalah seluruh jagad raya ini, yang akan berkelanjutan terus bersambung sampai ke akhirat. Oleh karena itu, roh kita perlu sekali di isi dengan energy Ilahi. Untuk melaksanakan ini harus ada metode yang sesuai dengan hadist dan Qur’an dan sesuai pula dengan ilmu teknologi modern. Metode inilah yang dinamakan Tarekatullah.
Tak heran jika kemudian seorang murid senantiasa menempuh jalan tarekatullah. Mereka kerap menghubungkan rohaninya dengan rohani gurunya yang mursyid. Tujuannya agar mendapatkan Nuurun Alaa Nur, (cahaya di atas cahaya). Sekalipun misalnya jasad sang guru telah tiada (wafat) hal itu tetap bisa dilakukan. Bahkan justru lebih dapat diterima akal karea dengan tidak adanya jasad unsur manusianya lebih jernih dan bersih dari segala kotoran yang bersifat duniawi sehingga mempermudah proses hubungan itu.
Jika misalnya ada pada rohani guru mursyid sesuatu sentuhan dari muridnya, maka saat itu pula langsung sampai pada Allah, dan pada saat itu pula kembali dari Allah, melalui wasilah langsung pada si murid sebagai penyentuh tadi.
Para ahli tasawuf/tarekat adalah orang-orang yang mencari wujud tertinggi dan kepuasan spiritual dalam pengalaman personal bersatu dengan Tuhan. Mereka tidak menemukan kepuasan spiritual dengan sekedar mengikuti hukum syariat yang diturunkan Allah secara formal kepada manusia. Maka mereka terus mengejar melalui jalan spiritual agar memperoleh pengalaman personal dengan Allah SWT.

NAMA SYEKH ABDUL QODIR AL-JAIANI SEPERTI ISMUL 'ADHOM

Diriwayatkan di dalam Kitab Haqooiqul
Haqooiq: ada seorang perempuan menghadap
Syekh Abdul Qodir dan berkata:“Tuan saya ini
punya anak hanya satu-satunya, sekarang
tenggelam di lautan; adapun saya punya
keyakinan bahwa Tuan bisa mengembalikan
anak saya serta hidup. Syayyid Abdul Qodir
berkata: “benar..Silahkan saja kembali, anakmu
sudah ada dirumah”. dari situ (dengan petunjuk
Syekh Abdul Qodir) perempuan itu segera
kembali, ketika sampai dirumah, anaknya tidak
ada. Segera ia menghadap Syayyid Abdul Qodir
lagi sambil menangis dan menyatakan bahwa
anaknya tidak ada di rumah. Kata Syayyid
Abdul Qodir: “sekarang itu tentu sudah ada”.
perempuan itu segera kembali lagi kerumah dan
anaknya tetap belum ada. semakin jadi dan
memilukan tangisan perempuan itu kemudian
menghadap Syayyid Abdul Qodir dengan penuh
harap agar anaknya hidup lagi dan ada lagi.
kemudian Syayyid Abdul Qodir menundukan
kepala, setelah itu beliau berkata: “Sekarang
tidak salah lagi bahwa anakmu sudah ada”.
perempuan itu segera kembali lagi kerumah,
ketika sampai dirumah ternyata anaknya sudah
ada serta selamat.
Dari situ (Atas kejadian ini) Syayyid Abdul Qodir
munajat kepada Allah SWT. dan berkata: Saya
merasa malu dengn perempuan tadi sampai
tiga kali baru anaknya ada, mengapa terjadi
demikian dan apa hikmahnya diperlambat
sampai saya harus memikul malu dua kali.
Firman Allah SWT.: perkataanmu kepada
perempuan itu semuanya juga benar. Yang
pertama menyebutkan ada... itu benar, namun
malaikat baru mengumpulkan jiwa raganya yang
berserakan. Perkataanmu yang ke-dua juga
benar namun baru lengkap anggota tubuhnya
serta dihidupkan. Dan yang ketiga kalinya ketika
perempuan itu sudah sampai dirumah, anaknya
sudah diangkat dari lautan, dan didatangkan
kerumahnya.
Kemudian Syayyid Abdul Qodir qs. munajat lagi
dan berkata: Yaa Allah SWT. Engkau membuat
makhluk yang tak terhingga tidak mendapat
kesulitan, begitu pula di alam ba’asy
mengumpulkan jiwa raga makhluk yang sangat
banyak hanya sekajap nyata. Sedangkan dalam
masalah ini hanya seorang hamba, Ya..Allah
SWT. apa hikmahnya sampai lama sekali?.
Firman Allah SWT.: “Abdul Qodir engkau jangan
jadi sakit hati, sekarang silahkan segera minta,
ingin apa? Tentu Aku kabulkan. Terus Syayyid
Abdul Qodir bersujud dan berkata: Yaa Allah
SWT. Engkau Kholik (yang membuat)
sedangkan aku makhluk (yang dibuat) apapun
pemberian-Mu aku sangat bersyukur. Firman
Allah SWT.: siapapun yang melihatmu pada hari
Jum’at akan Aku jadikan wali dan bila engkau
melihat tanah tentu jadi emas. Kata Syayyid
Abdul Qodir. Ya.. Allah keduanya itu juga
kurang ada manfa’atnya bagiku setelah aku
mati, aku memohon yang lebih aggung dari itu
dan tetap manfaatnya setelah aku mati. Firman
Allah SWT. Namamu djadikan seperti nama
Kami dalam balasan atau ganjaran dan
kemanjuranya, siapa yang membaca namamu
pahalanya sama dengan membaca nama Kami.

 

JALAN KEMESRAAN

JALAN KEMESRAAN
“Manakala makhluk Allah membuatmu merasa gentar maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah hendak membukakan pintu kemesraan denganNya kepadamu”.
Kemesraan Ilahiyah terkadang muncul ketika seseorang menghadapi kegentaran dengan sesama makhluk yang membuatnya lari kepada Allah, dengan menggantungkan masalahnya kepada Allah Ta’ala dan pada saat rasa butuhnya begitu menguat maka ia dapatkan kemesraan kepada Allah secara total.
Al-Qadhy Abdurrahim al-Qusyairy ra, mengatakan: “Kemesraan adalah kegembiraan rahasia jiwa, tanpa terlibatnya hati dalam urusan makhluk. Kemesraan adalah kehidupan hati dengan kemuliaan qurb (kedekatan).
Kemesraan adalah sejuknya kehidupan dengan keleburan kedekatan padaNya.
Kemesraaan adalah ekstase pada Sang Kekasih dengan tanpa mengintaiNya. Kemesraan di bawah wushul dan di atas angan.”
Diantara Jalan Kemesraan adalah rasa mencekam yang muncul akibat interaksi dengan sesama makhluk yang menimbulkan berbagai masalah dalam hidupnya, sehingga hamba lari dari makhluk menuju Allah Ta’ala. Wujud pelariannya bukannya ia anti terhadap makhluk, tetapi hatinya sama sekali tidak berkait dengan mereka, hanya kepada Allah Azza wa-Jalla.
Terkadang manusia enggan melepaskan bebannya dalam jiwanya, dengan berbagai alasan keluhan, rasa jengkel, rasa dendam, rasa gelisah, yang sengaja dipeliharanya, padahal Allah menunggu para hambaNya untuk segera datang kepadaNya.
Beliau melanjutkan:
“Sepanjang (manakala) dirimu mengucapkan keinginan (melalui doa) sesungguhnya Allah hendak memberimu anugerah.”
Namun ungkapan itu sebagai wujud dari ubudiyah, berdoa dalam rangka meraih rasa butuh kepada Allah Ta’ala. Doa sebagai pertanda, bahwa anugerah Allah bakal tiba, dimana kehendak anda didahului oleh KehendakNya.
Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda:
“Siapa yang di izinkan dirinya untuk berdoa kepadaNya, maka pintu-pintu rahmat dibukakan padanya, dan tak ada yang lebih dicintai oleh Allah dari pada memohon kepada Allah ampunan dan kesejahteraan.”
Karena itu sebagai hamba harus berdoa, karena berdoa itu pertanda turunnya anugerah. Sekaligus menjaga rasa butuh kita kepada Allah, bukannya memaksa Allah mengikuti selera kita, karena hakikatnya kehendak Allah menurunkan anugerah itu lebih dahulu ketimbang doa kita.

ISTIQOMAH ADALAH KARUNIA ALLAH


Jika kamu melihat seorang hamba yang telah ditetapkan Allah untuk menjaga wirid, tapi lama sekali datangnya pertolongan Allah kepadanya, maka janganlah meremehkan. Karena sesungguhnya engkau tidak mengerti tanda-tanda orang yang diberi jalan makrifat dan orang-orang yang dicintai-Nya, maka seandainya tidak ada warid (karunia Allah) tentu tidak ada wirid (istiqamah dalam menjalankan ibadah tertentu).

Jika seseorang telah tekun menjalankan amal ibadah – dilakukan secara kontinu – akan tetapi ia melihat tidak ada tanda-tanda keistimewaan baginya, maka janganlah ia meremehkan. Jangan lalu memandang rendah terhadap orang tersebut. Mungkin ia belum tahu akan tanda-tanda orang makrifat dan orang-orang yang dicintai Allah.

Bagi orang yang telah menempuh jalan makrifat, ia tidak butuh keistimewaan. Sesungguhnya ia telah sangat bersyukur kepada Allah, sebab baginya bisa menjalankan wirid (amalan tertentu secara kontinu) merupakan warid (karunia yang sangat besar dari Allah). Dia menyadari secara ikhlas, tanpa adanya warid (karunia) maka ia tak akan mampu menjalankan wirid.

Jadi, ‘kenikmatan’ menurut pandangan orang awam, barangkali berbeda dengan ‘kenikmatan’ yang dirasakan oleh orang-orang makrifat. Bagi orang makrifat, pertolongan Allah yang membuatnya mampu menggerakkan dirinya secara kontinu menjalankan wirid, merupakan karunia yang besar. Sebagaimana orang awam, selalu berpendapat bahwa orang yang sudah menduduki tingkat makrifat selalu memiliki keistimewaan. Selalu berbeda dengan orang awam.

Keistimewaan yang mana? Sesungguhnya keistimewaan orang makrifat itu tidak menurut pandangan manusia, namun menurut pandangan Allah. Sehingga engkau tidak pernah tahu orang yang mendapat keistimewaan atau tidak. Kalaupun ada orang yang mengaku dirinya sudah makrifat dan mempunyai keistimewaan, misalnya doanya makbul mustajab, bisa meramal nasib, mengaku bisa bertemu dengan roh yang sudah mati atau segala macam bualan, maka hal itu merupakan suatu kebohongan.

AKU MERASA RIDHA DENGAN KETENTUAN TUHANKU


(Kisah Teladan Saidina Abu Bakar as-Shiddiq)

Pada suatu hari, Abu Bakar r.a duduk di sisi Rasulullah saw dengan menggunakan jubah yang lusuh, tua, dan robek-robek, bahkan hingga pinggir-pinggirnya disambung dengan pelepah kurma dan ranting pepohonan.

Kemudian Jibril as turun kepada mereka dan berkata, “ Wahai Muhammad, mengapa Abu Bakar mengenakan jubah dengan kayu-kayu?”

Maka Rasulullah saw menjawab pertanyaan itu,”Wahai Jibril, ia telah menginfaqkan semua hartanya untukku sebelum kejadian fathu Mekkah”.

Kemudian Jibril as kembali berkata,”Allah memberikan salam kepadamu dan memerintahkan aku bertanya kepadamu, apakah kamu ridha denganKu dengan kondisi kemiskinanmu ini ataukah kamu merasa marah?”

Mendengar perkataan jibril itu, Rasulullah saw berkata kepada Abu Bakar,”Wahai Abu Bakar, Allah memberikan salam kepadamu dan bertanya kepadamu, apakah kamu ridha denganku dengan kondisi kemiskinanmu ini ataukah kamu merasa marah?”

Maka Abu Bakar r.a menjawab pertanyaan Rasulullah itu dengan suara yang dipenuhi rasa cinta yang meluap-luap, “Bagaimana aku bisa marah dengan Tuhanku?” setelah itu ia melanjutkan kata-katanya, “ Aku merasa ridha dengan ketentuan Tuhanku….Aku merasa ridha dengan ketentuan Tuhanku……Aku merasa ridha dengan semua ketentuan Tuhanku”.