Laman

Jumat, 25 Juli 2014

FUTUHUL GHOIB AJARAN 59

AJARAN 59

Kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan: menderita dan sentosa. Jika kamu menderita, maka hendaklah kamu bersabar, walaupun dengan usahamu sendiri, ini adalah peringkat yang paling tinggi. Kemudian hendaklah kamu memohon supaya ridha dengan qadha’ dan qadar Allah serta lelap di dalam qadha’ dan qadar itu. Ini sesuai dengan para Abdal, orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan dan orang-orang yang mengetahui Allah SWT.

Jika kamu berada dalam kesentosaan, maka hendaklah kamu memohon supaya kamu dapat bersyukur. Syukur ini dapat dilakukan dengan lidah, dengan hati atau dengan anggota badan.

Bersyukur dengan lidah adalah menyadarkan diri kita bahwa karunia itu datang dari Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan manusia, diri kamu, usaha, kekuasaan, gerak dan daya kamu atau orang lain, walaupun karunia itu sampai kepadamu melalui diri kamu atau orang lain. Diri kamu dan orang lain itu hanyalah merupakan alat Tuhan saja. Pada hakekatnya, yang memberi, yang menggerakkan, yang mencipta, pelaku dan sumber karunia itu adalah Allah semata. Pemberi, pencipta dan pelaku itu adalah Allah. Hal ini sama dengan orang yang memandang baik terhadap tuan yang memberi hadiah dan bukan terhadap hamba pembawa hadiah tersebut. Firman Allah, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS 30:7)

Firman ini ditujukan kepada orang-orang yang bersikap salah di dalam mensyukuri karunia. Mereka hanya dapat melihat yang lahir saja dan tidak melihat apa yang tersembunyi di balik itu. Inilah orang-orang yang jahil dan terbalik otaknya. Lain halnya dengan orang-orang yang berakal sempurna, mereka dapat melihat ujung setiap perkara.

Bersyukur dengan hati adalah mempercayai dan meyakini dengan sesungguhnya bahwa kamu dan apa saja yang kamu miliki seperti kebaikanmu dan kesenanganmu, lahir dan batinmu serta gerak dan diammu ialah datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah.

Syukur kamu dengan lisan akan menyatakan apa yang tersembunyi di dalam hatimu, sebagaimana firman Allah, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS 16:53). Firman-Nya lagi, “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS 31:20)

Dari semua ayat tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa menurut pandangan seorang Muslim tidak ada yang memberi sesuatu selain Allah.

Bersyukur dengan menggunakan anggota badan ialah menggunakan anggota badan itu hanya untuk beribadah kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya. Kamu dilarang melakukan perintah mahluk, jika perintah itu bertentangan dengan perintah Allah atau penentang Allah. Termasuk ke dalam mahluk ini ialah diri kamu sendiri, kehendakmu dan lain-lain. Ta’atlah kepada Allah yang semua mahluk takluk kepada-Nya. Jadikanlah Dia pemimpinmu. Jadikanlah selain Allah sebagai perkara sekunder atau perkara yang dikemudiankan setelah Allah. Jika kamu lebih mementingkan atau mendahulukan yang lain selain Allah, maka kamu telah menyeleweng dari jalan yang lurus dan benar, kamu men-dholim-i diri kamu sendiri, kamu menjalankan perintah yang bukan didatangkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman dan kamu menjadi pengikut jalan yang bukan jalan orang-orang yang Allah beri nikmat.

Allah berfirman, “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dholim.” (QS 5:45). Dan Allah berfirman pula, “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS 5:47)

Mereka yang dholim dan melanggar batas-batas Allah akan menempati neraka yang bahan apinya terdiri atas manusia dan batu. Sekiranya kamu tidak tahan merasakan demam walau sehari saja di dunia ini atau terkena panas api walau sedikit saja di dunia ini, maka bagaimana mungkin kamu akan sanggup tinggal di dalam api neraka ? Oleh karena itu, larilah segera dan mintalah perlindungan kepada Allah.

Berhati-hatilah terhadap perkara-perkara tersebut di atas, karena selama hidupmu kamu tidak akan dapat bebas dari batas-batas Allah, baik kamu berada dalam dukacita maupun dalam sukacita. Bersabarlah jika ditimpa dukacita dan bersyukurlah juka menerima sukacita. Janganlah kamu marah kepada orang lain, apabila kamu ditimpa musibah dan jangan pula kamu menyalahkan Allah serta meragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya untuk kamu di dunia dan di akhirat. Janganlah kamu berharap kepada orang lain untuk melepaskan kamu dari malapetaka, karena hal itu akan menjerumuskan kamu ke lembah syirik.

Segala sesuatu itu adalah milik Allah dan tidak ada yang turut memilikinya bersama Dia. Tidak ada yang memberikan mudharat dan manfaat, menimbulkan bencana atau kedamaian dan membuat sakit atau sehat, melainkan Allah jua. Allah menjadikan segalanya. Oleh karena itu, janganlah kamu terpengaruh oleh mahluk, karena mereka itu tidak mempunyai daya dan upaya. Hendaklah kamu selalu bersabar, ridha, menyesuaikan dirimu dengan Allah dan tenggelamkan dirimu ke dalam lautan perbuatan-Nya.

Jika kamu tidak diberi seluruh berkat dan karunia ini, maka kamu perlu memohon kepada Allah dengan merendahkan dirimu dan ikhlas. Akuilah dosa dan kesalahanmu serta mintalah ampun kepada-Nya. Akuilah ke-tauhid-an dan karunia Allah. Nyatakanlah bahwa kamu tidak menyekutukan apa-apa dengan Allah Yang Maha Esa dan ridhalah dengan-Nya, sehingga suratan takdir dan malapetaka itu berlalu dan dihindarkan dari kamu. Setelah tiba saat bencana itu habis, maka datanglah kesenangan dan kesentosaanm sebagaimana terjadi kepada Nabi Ayyub as, seperti hilangnya gelap malam dan terbitnya terang siang atau seperti berakhirnya musim dingin dan bermulanya musim panas. Sebab, segala sesuatu itu mempunyai batas, waktu dan matinya. Segala sesuatu itu mempunyai lawannya. Oleh karena itu, kesabaran adalah merupakan kunci, awal dan akhir serta jaminan kebajikan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Pertalian antara sabar dengan iman itu bagaikan kepala dengan badan.”. Dan beliau bersabda pula, “Sabar itu adalah keseluruhan iman.”

Kadang-kadang syukur itu datang melalui rasa senang menikmati karunia Illahi yang dilimpahkan kepada kamu. Maka, syukur kamu itu adalah menikmati karunia-Nya di dalam keadaan fana’-nya diri kamu dan hilangnya kemauan serta keinginan kamu untuk menjaga dan memelihara batas-batas hukum. Inilah titik atau stasiun kemajuan terjauh yang bisa dicapai. Ambillah contoh teladan dari apa yang telah kukatakan kepadamu, niscaya jika Allah menghendaki, kamu akan mendapatkan bimbingan Allah Yang Maha Mulia.

AJARAN 60

Awal kehidupan kerohanian (pengembaraan kerohanian) ialah keluar dari kehendak hawa nafsu, memasuki jalan hukum (syari’at) lalu masuk ke dalam takdir, dan setelah itu kembali masuk ke dalam kehendak nafsu, tetapi masih berada di dalam lingkaran hukum. Dengan demikian, kamu dapat keluar untuk memenuhi nafsumu di dalam hal makanan, minuman, pakaian, perkawinan, perumahan, kecenderungan dan kebebasan serta masuk ke dalam hukum-hukum (syari’at) Allah. Hendaklah kamu mengikuti Al Qur’an dan Al Hadits.

Allah SWT berfirman, “Apa saja harta rampasan (fai-I) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta-harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS 59:7). Allah juga berfirman, “Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 3:31)

Kemudian kamu akan dikosongkan dari kehendak hawa nafsumu, dirimu dan ketidakpatuhanmu serta lahir dan batinmu; tidak ada lagi yang tinggal di dalam dirimu selain daripada keesaan Allah dan tidak ada yang tinggal di lahir kamu selain daripada ketaatan kepada Allah di dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Ini akan melekat pada kamu, sehingga menjadi pakaian kamu dan kekal pada kamu. Kemudian, segala tindak-tanduk, perangai, tingkah-laku dan bahkan diam dan gerak kamu di dalam seluruh keadaan, siang dan malam, baik di dalam perjalanan maupun bukan, di dalam kesusahan maupun di dalam kesenangang, di dalam keadaan sehat maupun di dalam keadaan sakit dan bahkan di dalam semua keadaan dan waktu adalah di dalam kepatuhan dan ketaatan kepada Allah semata-mata.

Setelah itu, kamu akan dibawa menuju lautan takdir dan dikontrol oleh takdir itu. Kamu akan terlepas dari usaha, daya dan upaya serta kekuasaan dan kekuatan. Kamu akan mendapatkan bagian-bagianmu yang kalau dituliskan dengan tinta, maka tinta itu akan kering dan penapun akan tumpul, yang tidak dapat diceritakan. Ilmu tentang itu telah berlalu. Bagian-bagianmu akan diberikan kepadamu. Kamu akan diberi perlindungan dan keselamatan di dalam batas-batas hukum Allah, dan kamu akan dikekalkan di dalamnya. Kamu akan bersesuaian dengan Allah. Kamu akan senantiasa berada dalam peraturan dan hukum-hukum Allah dan Dia akan meringankan perasaan beratmu di dalam menjalankan perintah-perintah Allah.

Allah berfirman, “Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah).” (QS 15:90). Firman-Nya pula, “… demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS 12:24)

Perlindungan Allah akan menemani kamu, sehingga kamu menemui Tuhanmu dengan rahmat-Nya. Itulah bagian yang telah ditentukan untuk kamu, dan itu adalah bagian yang ditahan untuk sampai kepadamu ketika kamu mengembara di padang pasir kehendak hawa nafsumu, karena hal itu akan memberatkan kamu. Jadi, kamu tidak diberati lagi. Jika tidak ditahan, tentulah kamu akan menanggung beban yang memberatkan dan meletihkan kamu serta menyelewengkan kamu dari maksud dan tujuanmu. Dengan ini, kamu akan sampai ke peringkat fana’. Inilah kedekatanmu dengan Allah dan ilmu-Nya. Kamu mendapatkan limpahan rahasia dan berbagai ilmu. Dan kamu sampai ke lautan nur (cahaya) dan bahaya tidak akan dapat membahayakan nur itu lagi.

Keadaan kebiasaan manusia itu akan tetap ada sampai nyawa berpisah dengan badan. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat menikmati sepenuhnya bagian-bagian yang telah ditentukan untuknya. Jika keadaan kebiasaan itu telah lenyap dari manusia, maka manusia itu akan masuk dalam golongan para malaikat. Jika demikian keadaannya, maka sistem yang telah ditentukan itu akan kacau dan kebijaksanaan Allah pun akan tercacadi. Karenanya, keadaan kemanusiaan itu akan tetap tinggal pada kamu, agar kamu dapat menikmati sepenuhnya apa yang telah ditetapkan dan ditentukan untukmu. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ada tiga perkara dari dunia ini yang aku sukai: wangi-wangian, wanita dan kesejukan mataku di dalam shalat.”

Apabila Nabi Muhammad SAW telah lenyap dari dunia dan seisinya ini serta bagian-bagian yang ditahan untuk sampai kepadanya semasa beliau berada dalam pengembaraannya menuju Allah dikembalikan kepadanya, maka semua itu akan diambil-Nya, agar beliau bersesuaian dengan Allah, ridha terhadap perbuatan-Nya, taat kepada perintah-Nya, sifat-sifatnya menjadi suci, rahmatnya menyeluruh dan keberkatannya bersama dengan para Aulia dan para Nabi. Demikian pula para Wali itu berada di dalam keadaan ini. Bagian dan kesenangan dikaruniakan kembali kepadanya setelah ia fana’, dan semua ini masih berada dalam batas-batas hukum Allah. Menurut istilah orang-orang sufi, ini adalah kembali dari suatu destinasi (tempat yang dituju) menuju tempat semula.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 56,57 & 58

AJARAN 56

Apabila seorang hamba Allah telah mengusir segala mahluk, dirinya sendiri, kehendak dan keinginannya, baik mengenai keduniaan maupun keakhiratan dari dalam hatinya, maka ia tidak akan menghendaki apa-apa lagi selain Allah. Hatinya kosong dari apa saja selain Allah. Setelah itu, barulah ia sampai masuk ke dalam majlis Tuhan Yang Maha Tinggi. Ia mencintai Allah dan Allah mencintainya. Allah menjadikan seluruh mahluk mencintai hamba itu pula. Kecintaan hamba dalam peringkat ini hanya ditujukan kepada Allah dan ia menginginkan kedekatan kepada Allah. Allah akan membukakan pintu rahmat-Nya bagi hamba itu dan pintu itu tidak lagi tertutup baginya. Dengan demikian, lelaplah hamba itu di dalam Allah. Ia berniat karena Allah, ia bertindak karena Allah, dan ia diam serta bergerak karena Allah. Ringkasnya, ia adalah alat bagi Allah Yang Maha Besar. Hamba itu tidak melihat apa-apa lagi selain Allah. Kemudian, seakan-akan Allah menjanjikan sesuatu kepada hamba itu, tetapi janji itu tidak ditunaikan-Nya dan apa yang diharapkan oleh hamba itu dari janji tersebut tiada diperolehnya. Hal ini, karena kehendak, kemauan dan pencarian kemewahan itu telah hilang. Kemudian, seluruh diri hamba itu akan menjadi perbuatan dan objek Allah semata-mata. Oleh karena itu, di sini tidak terdapat perkara ‘dipenuhinya janji’ atau ‘tidak dipenuhinya janji’, karena perkara itu hanya terdapat pada orang yang masih mempunyai kemauan atau kehendak sendiri. Dalam keadaan ini, janji Allah bagi orang yang berada dalam peringkat ini bisa diibaratkan sebagai orang yang telah berniat hendak melakukan sesuatu perkara, lalu niat itu bertukar kepada yang lain, sehingga niat pertama tadi batal, sebagaimana Allah menukar wahyu yang membatalkan wahyu yang terdahulu, seperti firman Allah, “Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)

Nabi Muhammad SAW bersih dari kehendak dan kemauan sendiri, kecuali dalam peristiwa-peristiwa tertentu yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an. Misalnya, dalam masalah tawanan perang ketika perang Badar, Allah berfirman, “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS 8:67-68)

Nabi adalah objek (alat) Allah. Allah tidak membiarkan Nabi tetap tinggal dalam satu keadaan, satu perkara dan satu janji saja, tetapi Allah menukarkan dan memindahkan beliau ke dalam takdir-Nya dan membiarkan beliau memegang tali takdir itu. Dengan demikian, Allah akan memindahkan beliau dari suatu keadaan ke keadaan atau tempat dalam takdir-Nya dan mengawasi beliau dengan firman-Nya, “Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)

Dengan perkataan lain, kamu berada dalam takdir atau qadha’ dan qadar Allah semata. Kamu berada di dalam lautan takdir Allah dan gelombang takdir itu menghempasmu ke sana ke mari. Oleh karena itu, posisi akhir kewalian adalah posisi awal ke-Nabi-an. Tidak ada lagi peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat wilayah (kewalian) dan badaliyyah, kecuali peringkat ke-Nabi-an.

AJARAN 57

Semua keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control) atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya. Apa saja yang diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi. Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan. Hendaklah ia ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga batas-batas itu. Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.

Tanda yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya. Karena apabila hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya. Menggunakan mulut untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.

Jika ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini, “… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS 15:99), maka aku menjawab bahwa ini bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang tidak diinginkan itu, karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu. Hamba yang dekat kepada-Nya itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah. Allah tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang Maha Agung. Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih, “Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat. Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS 15:42) “… tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari doa).” (QS 37:40)

Wahai manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka adalah objek Allah. Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bagaimana bisa iblis akan mendekati mereka ? Bagaimana bisa perkara-perkara dosa dan maksiat mencacadi mereka ? Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan dirimu kepada kedudukan (derajat) ? Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak baik.

Semoga tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga.

AJARAN 58

Tutup mata hatimu dari melihat segala sesuatu selain Allah. Selagi mata hatimu masih melihat semua itu, maka karunia Allah dan kedekatan kepada-Nya tidak akan terbuka bagimu. Oleh karena itu, tutuplah semua itu dengan kesadaran bertauhid kepada Allah, mem-fana’-kan diri kamu dan dengan ilmu kamu. Setelah itu, akan terbukalah mata hatimu untuk melihat Allah Yang Maha Besar. Kamu akan melihat-Nya dengan mata hatimu, apabila Dia datang dengan pancaran cahaya hatimu, dengan keimanan dan kepercayaanmu yang teguh. Ketika itu, tampaklah satu nur dari hatimu lalu memancar keluar, ibarat cahaya lampu dari dalam rumah yang memancar lewat sela-sela dan celah-celah dinding rumah itu lalu menerangi malam yang gelap gulita. Maka, diri dan anggota badan kamu akan merasa senang terhadap janji dan karunia-Nya, bukan terhadap janji dan hadiah yang datang langsung dari selain Dia.

Oleh karena itu, sayangilah dirimu dan janganlah engkau dholimi. Janganlah engkau campakkan dirimu ke dalam kegelapan kebodohan dan kejahilanmu, agar engkau tidak melihat segi-segi mahluk dan mengagumi kekuasaan dan kepintarannya, sehingga terpedaya dan bergantung padanya. Jika kamu hanya melihat segi-segi mahluk saja, maka semua segi itu akan tertutup bagimu dan segi karunia Allah tidak akan terbuka untukmu, kemudian kamu akan mendapatkan hukuman, karena kamu telah bersikap syirik.

Apabila kamu menyadari ke-Esa-an Allah, melihat karunia-Nya, berharap kepada-Nya, tidak berharap kepada yang lain dan menutup mata hatimu terhadap yang lain selain Dia, maka Allah akan mendekatimu dan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Kamu akan diberi rizki, makan dan minum, layanan pengobatan, kebahagiaan, kesentosaan dan pertolongan serta menjadikan kamu sebagai pemerintah. Kamu akan dihilangkan dari mahluk dan dari diri kamu sendiri. Setelah itu, kamu tidak akan lagi memandang kaya atau miskin.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 53. 54 & 55

AJARAN 53

Memohonlah kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan bisa tenggelam di dalam perbuatan Allah. Karena, di situlah terletak kedamaian dan surga dunia ini dan itulah pintu gerbang Allah yang agung serta cara mencapai kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Barangsiapa dikasihi oleh Allah, maka orang itu tidak akan disiksa atau dihukum di dunia dan di akhirat. Dalam merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam di dalam perbuatan-Nya-lah terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta keterpaduan dengan-Nya.

Janganlah kamu terlena oleh kesenangan dan kemewahan dunia saja. Janganlah kamu hanya mengharapkan dan mengingat apa yang telah ditentukan untukmu saja atau apa yang tidak ditentukan untukmu saja. Jika kamu berusaha untuk mendapatkan apa yang tidak ditentukan untukmu, maka itu adalah tanda kebodohan dan kejahilanmu, dan itu merupakan hukuman berat yang ditimpakan kepadamu. Sebab, ‘diantara hukuman yang paling berat ialah berusaha mendapatkan apa yang tidak ditakdirkan untukmu’.

Jika kamu diberi, maka itu tidak lain hanyalah ketamakanmu, menyekutukan penyembahan-Nya, kasih sayang dan hakekat-Nya di dalam usaha mencarinya, karena kamu terlena dalam hal yang selain Allah. Barangsiapa bersungguh-sungguh mencari kesenangan dan kemewahan dunia, maka berarti ia tidak ikhlas dalam mencintai Allah dan bersahabat dengan-Nya. Oleh karena itu, jika ada orang yang mementingkan apa saja selain Allah, maka ia adalah seorang pembohong dan pendusta.

Begitu juga, jika ada orang yang menyembah Allah karena menghendaki sesuatu balasan dari-Nya, maka ia adalah orang yang tidak ikhlas. Penyembahan yang ikhlas adalah penyembahan karena Allah semata-mata dan mengakui ke-Tuhanan-Nya, yaitu Rububiyyah-Nya (sifat-sifat Allah yang mengontrol dan memelihara alam semesta). Orang yang ikhlas itu menyembah Allah karena ke-Tuhanan-Nya dan karena memang Dia sajalah yang harus disembah. Sudah sepatutnya ia patuh dan mengabdikan dirinya kepada Allah yang mengontrol segala-galanya, yang mengontrol dirinya, gerak dan diamnya dan bahkan apa saja. Hamba itu dan segala apa saja yang dimilikinya, sebenarnya, adalah kepunyaan Allah juga.Bagaimana tidak ? Seperti telah aku katakan bahwa, semua perbuatan penyembahan adalah karunia Allah dan limpahan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia-lah yang memberi kekuatan kepada hamba-hamba itu untuk melakukan penyembahan tersebut dan Dia jugalah yang memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melakukannya.

Bersyukur kepada-Nya adalah lebih baik daripada meminta balasan karena melakukan ibadah atau penyembahan itu.

Mengapa kamu ingin terlena dan bermati-matian memburu kesenangan dan kemewahan dunia saja, padahal kamu telah melihat dan mengetahui bahwa kebanyakan manusia yang mengejar kesenangan dan kemewahan dunia itu semakin bertambah ingkar, angkuh dan lupa kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka, bahkan mereka semakin bertambah loba dan tamak ? Mereka selalu memandang bahwa apa yang mereka miliki itu masih terlalu kecil dan tidak baik, sedangkan apa yang dimiliki oleh orang lain mereka anggap paling baik dan paling agung dan harus mereka rebut. Dalam peristiwa rebut dan mengejar itu, umur semakin bertambah tua, badan bertambah lemah, keringat menjadi kering, harta benda semakin berkurang, hati bertambah gelap dan dosa semakin bertumpuk. Maka keadaan hidupnya di dunia ini semakin bertambah hina dan buruk. Mereka lupa untuk bersyukur kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka. Mereka durhaka kepada Allah. Maka merugilah mereka di dunia dan di akhirat. Mereka tidak bisa mendapatkan bagian orang lain yang mereka kejar itu. Umur mereka di dunia ini sia-sia belaka dan di akhirat kelak lebih sia-sia lagi. Inilah orang-orang yang paling hina, bodoh dan tidak mempergunakan akal dan pikiran mereka.

Sekiranya mereka bersyukur dan ridha dengan apa yang ada pada mereka serta patuh kepada Allah, maka mereka tidak akan bersusah payah mengejar bagian mereka di dunia ini, mereka akan menjadi orang-orang Allah dan mereka akan menerima apa mereka minta dan mereka inginkan dari Allah. Semoga Allah menjadikan kita semua orang-orang yang ridha dengan takdir-Nya. Semoga kita semua masuk dalam majlis-Nya dan mendapatkan kesejahteraan, kekuatan dan kesehatan kerohanian. Dan semoga Allah meridhai kita sekalian.

AJARAN 54

Barangsiapa menghendaki akhirat, maka ia harus memalingkan dirinya dari dunia. Dan barangsiapa mengendaki Allah, maka ia harus memalingkan dirinya dari akhirat dan hendaklah ia membuang kehidupan keduniaannya karena Allah semat-mata. Selagi masih ada kehendak kepada keduniaan sepeti kelezatan dan kemewahan keduniaan, makan, minum, kawin, rumah, kendaraan, kekuasaan, pangkat, sanjungan, memperdalam ilmu-ilmu selain rukun Islam yang lima itu beserta hadits dan Al Qur’an, menginginkan kemiskinan dihilangkan darinya, ingin kaya, ingin bahagia, tidak ingin terkena bencana, menginginkan faidah dan sebagainya; terlintas dalam pikiran dan hati kamu, maka hal itu menunjukkan bahwa kamu belum menjadi orang Allah, karena semua itu hanyalah untuk kepentingan diri sendiri, kehendak jasmani dan kebahagiaan pikiran, serta semua itu adalah keduniaan belaka.

Semua itu harus dikikis habis dari hati. Pikiran harus dibersihkan dari ingatan-ingatan kepadanya dan tanamkanlah perasaan suka dan senang untuk mem-fana’-kan diri di dalam Allah, sekalipun tidak memiliki harta benda. Biarkan hati itu bersih dari segala sesuatu selain Allah, agar hidup bersih di dunia ini.

Apabila orang itu telah melaksanakan semua ini dengan sempurna, maka seluruh keadaan duka, sedih, resah dan gelisah akan hilang dari hati dan pikirannya. Kemudian, ia akan hidup baik dan sentosa serta dekat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidak mempedulikan dunia itu akan membawa kebahagiaan hati dan badan.”

Selagi di dalam hati itu masih ada kecenderungan kepada keduniaan, maka selagi itu pula masih ada kesedihan dan kedukaan. Hati itu akan merasa takut dan gelisah. Hati semacam itu akan terhalang dari Allah. Semua keadaan seperti ini tidak akan dapat dihilangkan, kecuali jika kecintaan terhadap dunia telah dikikis habis dari hati itu.

Setelah itu, janganlah mempedulikan kehidupan di akhirat seperti menghendaki surga, bidadari, derajat yang tinggi di akhirat, tempat tinggal yang paling baik, kendaraan surga, pakaian, minuman, makanan, hiasan dan keindahan di surga yang telah disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman.

Oleh karena itu, dengan beribadah, janganlah kita mengharapkan ganjaran di surga kelak. Janganlah kita beribadah atau shalat karena kita mengharapkan ganjaran di akhirat kelak atau di dunia ini. Hendaklah kita shalat dan beribadah karena Allah semata-mata. Hanya dengan itu saja Allah akan memberikan ganjaran yang baik kepada kita. Dengan itu Allah akan membawa kita dekat kepada-Nya dengan penuh keridhaan dan kasih sayang-Nya. Allah telah menganugerahkan kebaikan dan ilmu tentang Dzat-Nya kepada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dari hari ke hari, hamba itu akan bertambah maju. Kemudian, iapun dimasukkan ke alam akhirat dan mengalami “apa yang tidak pernah dilihat oleh mata kepala, apa yang tidak pernah didengar oleh telinga dan apa yang tidak pernah terlintas dalam pikiran”, yang semua itu berada di luar pengetahuan dan tidak dapat dibayangkan.

AJARAN 55

Kesenangan hidup ini dibuang sebanyak tiga kali. Pada mulanya, seorang hamba Allah berada dalam kegelapan kejahilannya dan dalam keadaan yang yang tidak tentu arah, ia bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya dengan menuruti hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, tanpa mau mengabdikan dirinya kepada Allah dan tanpa pegangan agama yang mengawal dirinya. Dalam keadaan seperti ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu, Allah mengutus seorang penasehat kepadanya dari orang-orang yang termasuk dalam golongannya yang juga seorang hamba Allah yang baik, dan satu penasehat lagi yang terdapat dalam dirinya sendiri. Kemudian, kedua penasehat ini mempengaruhi dirinya. Sehingga, hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya seperti mengikuti hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). Dengan demikian, ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah di dalam semua tindak-tanduknya.

Kemudian hamba itu menjadi seorang Muslim yang berdiri tegak di dalam hukum-hukum Allah, keluar dari keadaannya yang jahil dan meninggalkan hal-hal yang haram dan meragukan. Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja seperti makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya yang kesemuanya diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan untuk patuh kepada Allah, asalkan ia menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah kepadanya dan tidak boleh melampaui batas serta tidak boleh keluar dari kehidupan dunia ini sebelum ia pergi mendapatkannya dan menyempurnakannya.

Maka berjalanlah ia di dalam hal-hal yang halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini, sehingga ia mencapai peringkat kewalian (wilayah) dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang membenarkan hakekat dan orang-orang pilihan Allah yang menghendaki berdampingan dengan Allah SWT.

Setelah itu, iapun hanya berjalan di dalam perintah Allah saja, dan di dalam dirinya ia mendengar firman Allah yang maksudnya kurang lebih, “Buanglah dirimu sendiri dan marilah ke mari; buanglah kelezatan dan kemewahan mahluk, jika kamu menghendaki Allah. Buanglah dunia dan akhirat serta kosongkanlah diri dari segala-galanya. Merasa senanglah dengan ke-Esa-an Allah. Buanglah syirik dan bersikap ikhlaslah. Kemudian, masuklah ke dalam majlis ke-Tuhan-an dan mendekatlah kepada-Nya dengan bersujud dan menghinakan diri serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan keakhiratan, atau mahluk atau kemewahan hidup.”

Apabila ia telah sampai kepada peringkat ini dan telah teguh di dalamnya, maka ia akan menerima pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, dan Allah akan melimpahkan nur dan berbagai karunia. Lalu dikatakan kepadanya, “Pergunakanlah rahmat dan nikmat-Ku, dan janganlah bersikap angkuh serta jangan pula membuang kehendak atau kemauan, karena menolak pemberian-Ku itu bisa memberatkan Aku dan memperkecil kekuasaan-Ku”. Kemudian, iapun diberi pakaian yang mulia dan terhormat itu, tanpa ia sendiri memainkan peranan di dalam perkara tersebut. Sebelum itu, ia diselimuti oleh kemauan hawa nafsunya sendiri saja, lalu dikatakanlah kepadanya, “Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.”

Jadi, bagi dia, ada empat peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya. Peringkat pertama, ialah kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah diharamkan. Peringkat kedua, ialah menuruti hukum dan undang-undang Allah, dan ini diperbolehkan. Peringkat ketiga adalah peringkat-peringkat batin, dan ini adalah peringkat kewalian (wilayah) dan membuang hawa nafsu kebinatangan. Peringkat keempat adalah peringkat keridhaan dan karunia Illahi, di sini lenyaplah kehendak dan maksud diri. Inilah peringkat Badaliyyat. Hamba itu masuk ke dalam majlis ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi, ia berserah bulat kepada Allah dan menuruti perbuatan Allah semata-mata. Inilah peringkat di mana ia terus mendapatkan ilmu Allah dan mempunyai sifat-sifat yang baik. Seorang hamba tidak boleh dikatakan benar dan baik, jika ia belum mencapai peringkat ini.

Ini sesuai dengan firman Allah yang maksudnya lebih kurang, “Sesungguhnya kawanku ialah Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”

Oleh karena itu, hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini tidak lagi mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya dan tidak pula menghindarkan apa-apa yang memberikan mudharat kepada dirinya. Ia seperti bayi di pangkuan ibunya atau seperti mayat di tagan orang-orang yang sedang memandikannya. Ia hanya bergantung kepada qadha’ dan qadar Allah semata-mata, tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa. Ia kembali kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya. Ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan dan kadang-kadang memberinya kesenangan. Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia miskin papa. Ia tidak mau memilih atau menginginkan suatu posisi atau pertukaran posisi. Sebaliknya, ia ridha dan senang hati kepada apa saja yang diperbuat Allah terhadapnya. Inilah peringkat terakhir dalam pengembaraan kerohanian yang dicapai oleh para Abdal dan Aulia.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 49, 50, 51 & 52

AJARAN 49

Barangsiapa memilih tidur daripada berjaga malam untuk shalat, maka pilihannya itu adalah pilihan yang tidak baik dan akan mematikan hatinya, karena tidur itu sama saja seperti mati. Tidur itu tidak sesuai dengan Allah, karena Dia tidak mempunyai cacad dan cela atau kekurangan. Malaikat juga tidak tidur, karena mereka itu dekat kepada Allah. Tidur juga tidak sesuai dengan orang-orang akhirat, karena mereka itu adalah orang-orang yang suci dan mulia serta menurut mereka tidur itu akan merusakkan keadaan kehidupan mereka. Oleh karena itu, semua kebaikan itu terletak dalam berjaga malam dan semua kejahatan itu terletak dalam tidur dan malas bekerja.

Orang yang makan karena tamak, maka makannya akan banyak, tidurnya banyak, minumnya banyak dan banyak pula kebaikan yang hilang darinya. Orang yang makan sedikit perkara-perkara yang haram sama halnya dengan orang yang makan banyak perkara yang halal dengan tamak dan rakus. Sebab, benda-benda yang haram itu melemahkan dan menggelapkan iman. Apabila iman itu sudah gelap, maka tidak ada lagi shalat, ibadah dan keikhlasan. Barangsiapa banyak memakan barang-barang halal di luar perintah dan kehendak Allah, maka ia seperti orang yang makan sedikit kenikmatan ibadah dan tidak mendatangkan kekuatan. Jadi, barang-barang yang halal itu adalah cahaya yang ditambahkan kepada cahaya, sedangkan barang-barang haram adalah kegelapan yang ditambahkan kepada kegelapan. Tentu saja tidak baik. Oleh karena itu, memakan barang-barang yang halal dengan tamak dan tanpa mengikuti kehendak dan perintah Allah bagaikan memakan barang-barang yang haram, dan ini mengakibatkan tidur yang tidak mempunyai kebaikan.

AJARAN 50

Mungkin kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan ini :
1. Jauh dari Allah SWT
2. Dekat kepada Allah SWT

Sekiranya kamu jauh dari Allah, maka janganlah kamu berdiam diri saja dan tidak mau mengejar bagian kamu berupa karunia Allah, kebahagiaan, keselamatan dan kemajuan dari hadirat Allah di dunia ini dan akhirat kelak. Mari ! Bangunlah dan bersegeralah menuju Allah. Tinggalkan kemewahan dan foya-foya serta barang-barang yang haram. Bersiap-siagalah dengan kesabaran untuk menghadapi kesulitan dan kesusahan. Jauhkan dirimu dari manusia dan dari keinginanmu terhadap dunia atau akhirat, agar kamu bisa ‘bersatu’ dengan Allah dan dekat kepada-Nya. Setelah itu, barulah kamu akan mendapatkan apa yang kamu kehendaki. Kamu akan diberi kemuliaan dan ketinggian derajat di sisi Allah. Jika kamu telah masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kehormatan, kasih sayang dan rahmat oleh Allah, maka tunjukkanlah sopan santun dan ahlak yang baik serta janganlah kamu merasa tinggi diri dengan karunia-Nya itu, agar kamu tidak lupa kepada kewajibanmu terhadap Allah dan agar kamu tidak cenderung kembali kepada kejahilan dan kegelapanmu semula. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan amat bodoh.” (QS 33:72). Firman Allah pula, “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan manusia adalah bersifat tergesa-gesa.” (QS 17:11)

Peliharalah hati kamu dari kecenderungan kepada apa yang telah kamu tinggalkan berupa manusia, hawa nafsu, keinginan, usaha dan kehilangan kesabaran, ridha dan kebersesuaian dengan Allah semasa kamu ditimpa kemalangan dan kesusahan. Sebaliknya, hendaklah kamu menyerahkan diri kamu kepada Allah seperti bola di kaki pemainnya, atau seperti bayi di pangkuan ibunya, atau seperti mayat di tangan orang-orang yang sedang memandikannya. Butakanlah mata hati kamu terhadap apa saja selain Dia, supaya kamu tidak melihat sesuatu selain Allah, tidak ada yang wujud, tidak ada yang memberikan mudharat, tidak ada yang memberikan manfaat, tidak ada yang menolak pemberian dan tidak ada yang memberi pemberian selain daripada Allah semata. Anggaplah mahluk itu, di masa kamu susah dan menderita, sebagai cambuk Allah Yang Maha Agung yang dipukulkan kepada kamu. Di masa kamu bahagia dan selamat, anggaplah mahluk itu sebagai tangan Allah yang memberi rizki kepadamu.

AJARAN 51

Orang-orang yang ta’at kepada Allah itu akan menerima balasannya dua kali. Pertama, ia meninggalkan segala sesuatu dari dunia ini yang menuruti kehendak hawa nafsu dan mengambil apa saja dari dunia ini yang manjadi ibadahnya kepada Allah. Apabila ia telah memusuhi dirinya dan melawan hawa nafsunya serta keadaan ini telah berdiri kokoh padanya, maka ia termasuk dalam golongan orang-orang yang benar dan wali Allah. Kemudian, ia masuk ke dalam golongan Abdal dan ‘Arifin (orang-orang yang mengetahui hakekat). Setelah itu, barulah ia diperintahkan untuk mengambil dan berhubungan dengan keduniaan, karena di dalam dunia ini ada bagian yang telah ditentukan untuknya yang tidak boleh ia buang. Apabila perintah ini telah ia laksanakan, maka ia pun akan mengambil bagiannya di dunia ini atau menerima penerangan tentang ilmu Allah. Dia berhubungan dengan dunia dan berlaku sebagai kendaraan takdir yang telah dilantik oleh Allah. Perbuatannya di dalam perbuatan itu, tanpa ia melibatkan dirinya di dalamnya, tanpa ada keinginan, maksud atau usaha dari dirinya sendiri. Ia diberi pahala, karena semua ini adalah balasannya yang kedua dan karena ia melakukan semua itu dengan patuh kepada perintah Allah atau sesuai dengan perbuatan Allah di dalam perkara itu.

Mungkin ada pertanyaan, “Mengapa kamu mengatakan bahwa orang yang mencapai derajat itu diberi ganjaran, sedangkan ia telah mencapai tingkat kerohanian yang tinggi, telah termasuk ke dalam golongan Abdal dan Arifin, telah menjadi orang pilihan Allah, orang yang dikasihi-Nya dan orang yang diridhai-Nya dan telah lenyap dari manusia, dari dirinya sendiri, dari kemauan dan keinginannya sendiri serta segala gerak dan diamnya, segala tutur kata dan perbuatannya adalah dari Allah semata-mata, ia merasa dirinya tidak berharga apa-apa di hadapan kebesaran Allah dan bahkan seluruh jiwa raga dan kepunyaannya telah ia serahkan kepada Allah ?” Mungkin pula kamu bertanya, “Bagaimana orang seperti ini diberi ganjaran, sedangkan ia tidak meminta apa-apa kepada Allah, ia menganggap dirinya tidak berharga apa-apa lagi dan ia adalah hamba Allah semata-mata ?” Jika kamu bertanya seperti itu, maka jawabannya adalah, “Memang, apa yang kamu katakan itu adalah benar. Tetapi, Allah hendak melimpahkan berkat dan kasih sayang-Nya kepada orang itu, dan Dia hendak memeliharanya dengan lemah lembut, penuh kasih sayang dan keridhaan. Orang itu telah melepaskan tangannya dari segala hal ihwal dirinya dan tidak mau meminta kesenangan di dunia ini, karena kesenangannya telah disediakan untuknya di akhirat kelak. Ia tidak mau manfaat yang ada pada dirinya itu dan juga tidak mau mengelakkan mudharat dari dirinya. Sehingga ia menjadi seperti bayi yang berada di pangkuan ibunya, yang tidak mengetahui apa-apa. Ia dipelihara dengan kasih sayang Allah dan diberi rizki oleh-Nya.

Apabila Allah telah melepaskan dari si hamba itu seluruh kecenderungannya terhadap dirinya, maka Allah akan membuat hati manusia cenderung kepadanya dan memenuhi hati mereka dengan kasih sayang untuk diberikan kepada si hamba itu, sehingga semua orang akan mengasihi dan menyenanginya. Allah akan memelihara hamba itu dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada sesuatupun yang dapat mempengaruhinya dan memberikan mudharat kepadanya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW bersabda seperti yang difirmankan Allah di dalam Al Qur-an, “Sesungguhnya kawanku adalah Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”

AJARAN 52

Sesungguhnya Allah akan menguji suatu golongan dari orang-orang yang beriman yang menjadi wali-Nya, yang didekati-Nya dan yang diberi-Nya ilmu-ilmu kerohanian, supaya mereka berdoa dan memohon kepada-Nya, dan Dia suka menerima doa dan permohonan mereka. Apabila mereka berdoa dan memohon kepada Allah, maka Allah memperkenankan doa dan permohonan mereka, agar Allah menampakkan kemurahan dan keagungan-Nya kepada mereka. Kemurahan dan keagungan-Nya itu tampak ketika si mu’min memohon ke hadirat Allah dan mengharapkan agar doanya itu diterima. Kadang-kadang, doa dan permohonan itu diperkenankan-Nya tidak dengan segera, tetapi sesuai dengan takdir dan hukum Allah dan bukannya tidak diterima. Oleh karena itu, manakala si hamba ditimpa malapetaka, maka hendaklah ia bersabar dan memeriksa dirinya sendiri, apakah ia melakukan dosa dan maksiat, tidak mematuhi Allah, melakukan hal-hal yang haram dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi ataukah ia menyalahkan takdir. Sebab, ada kalanya ujian itu merupakan hukuman akibat ia melakukan dosa. Jika malapetaka itu dihindarkan oleh Allah, maka akan baiklah ia. Dan jika tidak, maka teruslah bersabar, memohon dan meratap kepada Allah dengan penuh khidmat. Sebab, mungkin saja ujian itu sengaja ditimpakan terus kepadanya, agar ia terus berdoa dan memohon kepada-Nya. Janganlah kamu menyalahkan Allah lantaran Dia lambat mengabulkan doamu.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 46, 47 & 48

AJARAN 46

Ada sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa Allah SWT berfirman, “Barangsiapa selalu mengingat Aku dan tidak ada waktu baginya untuk meminta sesuatu kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya perkara yang lebih baik daripada apa yang Ku-berikan kepada orang yang meminta.”

Hal ini dikarenakan apabila Allah hendak memilih seseorang yang beriman untuk tujuan-Nya sendiri, maka orang itu akan dibawa-Nya melalui berbagai macam kondisi dan posisi kerohanian dan mengujinya dengan bermacam-macam kesulitan dan kesusahan. Allah menjadikannya miskin setelah kaya, bahkan sampai orang itu hampir mengemis untuk mendapatkan rizkinya, namun Allah menolongnya dari menjadi pengemis. Kemudian, orang itupun hampir meminjam kepada orang lain untuk mencari rizkinya, namun Allah menyelamatkannya dari meminjam lalu memberinya kerja. Setelah itu, orang itupun bekerja mencari nafkah hidupnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi.

Kemudian, diberikan kesusahan kepada orang itu dalam mencari rizki dan, melalui ilham, diperintahkan supaya ia mengemis. Sebenarnya, perintah semacam ini adalah perintah rahasia yang hanya diketahui dan disadari oleh orang yang bersangkutan itu saja. Allah menjadikan pekerjaan mengemis ini sebagai ibadah baginya dan berdosalah jika ia tidak melakukannya. Pekerjaan ini dimaksudkan agar kebanggaannya hilang dan egonya hancur. Ini merupakan latihan kerohanian. Mengemis semacam ini adalah perintah dari Allah dan bukan jalan syirik. Kemudian Allah melepaskan orang itu dari keadaannya tersebut lalu menyuruhnya supaya meminjam. Perintah ini tidak boleh dibantah lagi, sebagaimana halnya perintah untuk mengemis di atas.

Setelah itu, Allah mengubah keadaan orang itu. Allah memutuskan hubungannya dengan manusia dan menjadikannya hanya bergantung kepada Allah saja di dalam mencari nafkah hidupnya. Apa saja yang ia kehendaki, hendaklah ia minta kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan permintaannya. Jika ia tidak meminta, maka Allah tidak akan memberikan apa-apa kepadanya.

Kemudian, keadaan itupun ditukar pula oleh Allah, yaitu dari meminta secara lisan kepada meminta dengan hati saja. Maka, orang itupun meminta kepada Allah melalui hatinya. Apa saja yang dimintanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Jika ia meminta dengan lisan, maka Allah tidak akan memberinya. Demikian pula jika ia meminta kepada manusia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari manusia itu.

Akhirnya, keadaan inipun ditukar pula oleh Allah. Allah menghilangkan orang itu dari dirinya sendiri, sehingga ia tidak lagi meminta-minta kepada-Nya, baik secara rahasia maupun secara terbuka. Allah memberikan balasan kepada orang itu, berupa apa saja yang membetulkan dirinya dan mengubah keadaan dirinya seperti makanan, minuman, pakaian dan keperluan hidup apa saja, tanpa berusaha atau terlintas dalam pikirannya. Allah akan menolongnya. Firman Allah, “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS 7:196)

Firman Allah yang diterima Nabi itu benar-benar jelas, yaitu, “Yang tidak mempunyai kesempatan untuk meminta apa-apa kepada-Ku, Aku akan memberinya lebih daripada apa yang Aku berikan kepada mereka yang meminta.” Inilah peringkat ‘bersatu’ dengan Allah dan inilah kedudukan wali-wali Allah biasa dan Abdal. Dalam peringkat ini, ia diberi kekuasaan untuk menjadikan. Apa saja yang dikehendakinya, dengan ijin Allah akan ia dapatkan. Allah berfirman, “Wahai anak Adam, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan kecuali Aku. Apabila aku katakan kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku, sehingga jika kamu katakan kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia.”

AJARAN 47

Aku bermimpi. Di dalam mimpiku itu datang seorang tua bertanya padaku, “Apa yang membuat seorang hamba dekat kepada Allah ?” Aku menjawab, “Persis, ini ada awal dan ada akhirnya. Awalnya ialah kuat beribadat dan ta’at. Akhirnya ialah ridha dengan Allah, berserah diri kepada jalan-Nya dan bergantung penuh kepada-Nya.”

AJARAN 48

Hendaknya orang yang beriman mengerjakan tugas yang wajib dahulu. Apabila tugas itu telah dikerjakan dengan sempurna, barulah ia mengerjakan yang sunnat. Setelah perkerjaan yang sunnat inipun dikerjakan dengan sempurna, maka ia boleh mengerjakan yang lebih dari itu. Jika seseorang mengerjakan perkerjaan yang sunnat, tetapi ia tidak mengerjakan pekerjaan yang wajib, maka orang ini adalah orang yang bodoh. Jika ia mengerjakan pekerjaan yang sunnat sebelum mengerjakan pekerjaan yang wajib, maka ibadatnya itu tidak akan diterima dan akan sia-sia saja. Ibarat seorang raja yang menyuruh seorang rakyatnya untuk menjadi hambanya, tetapi ia tidak pergi menjumpai raja, melainkan ia pergi menghambakan dirinya kepada orang besar atau orang kenamaan bagi raja itu, padahal orang besar atau orang kenamaan itupun adalah hamba raja itu juga.

Ali bin Abi Thalib ra mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang melakukan shalat-shalat yang bukan wajib, padahal shalat-shalat yang wajib itu banyak yang telah ia tinggalkan, seperti seorang wanita hamil yang sebelum sampai masanya ia melahirkan, ia telah keguguran. Dengan demikian, wanita itu tidak lagi hamil dan tidak juga menjadi ibu.”

Orang yang melakukan shalat-shalat yang bukan wajib dan meninggalkan shalat-shalat yang wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima. Orang yang shalat ini juga diumpamakan seperti orang yang berniaga, ia tidak akan mendapatkan keuntungan, kecuali jika ia telah memegang modalnya dahulu. Orang yang mengerjakan shalat yang bukan wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima, kecuali jika ia mengerjakan shalat yang wajib dahulu. Orang yang mengerjakan shalat yang bukan wajib dan bukan pula sunnat, dan ia meninggalkan keduanya, maka shalatnya itu tidak akan diterima dan akan sia-sia saja. Oleh karena itu, di antara perkara yang mesti kita hapuskan ialah perbuatan yang haram, menyekutukan Allah, tidak ridha kepada hukum dan takdir Allah, menurut saja perkataan orang-orang dan keinginan mereka serta tidak melakukan perintah Allah dan durhaka kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak boleh menta’ati siapapun yang ia mendurhakai Allah.”

FUTUHUL GHOIB AJARAN 43, 44 & 45

AJARAN 43

Jika ada orang yang meminta sesuatu kepada manusia, maka yang demikian itu dikarenakan ia jahil atau bodoh tentang Allah, lemah imannya, kurang pengetahuannya tentang hakekat, kurang keyakinan dan kesabaran. Dan jika ada orang yang meminta kepada Allah, maka hal itu adalah pertanda bahwa ia penuh dengan ilmu Allah Yang Maha Agung dan Maha Kaya, pertanda bahwa ia memiliki keimanan yang teguh dan keyakinan yang pasti, pertanda bahwa ilmu Allah selalu bertambah setiap saat di dalam hatinya dan pertanda bahwa ia malu kepada Allah Yang Maha Gagah Perkasa.

AJARAN 44

Jika permohonan dan doa seseorang untuk memiliki ilmu kerohanian dari Allah SWT tidak dikabulkan dan setiap janji-Nya tidak dipenuhi-Nya untuk orang itu, maka sesungguhnya hal itu adalah karena Allah tidak menghendaki orang itu terlalu muluk harapannya (terlalu optimis). Sebab, kondisi dan posisi kerohanian itu tidak akan didapatinya, kecuali jika ia memiliki takut dan harapan secara bersamaan. Takut dan harapan ini ibarat dua kapak atau sayap burung. Kedua-duanya perlu ada, dan satu saja tidak jadi. Takut dan harapan ini berada dalam setiap kondisi dan posisi itu.

Dengan demikian, orang yang memiliki ilmu kerohanian atau kebatinan bisa menjadi dekat dengan Allah. Kondisi dan posisi kerohaniannya itu ialah bahwa ia tidak menginginkan sesuatu selain Allah, ia tidak cenderung dan merasa ingin kepada sesuatu selain Allah dan ia tidak merasa gembira dengan yang lain selain Allah. Jadi, meminta supaya permohonannya diterima atau janji-Nya dipenuhi adalah berlawanan dengan jalan-Nya dan tidak sesuai dengan posisinya.

Ada dua sebab Allah selalu tidak memperkenankan permohonan si hamba. Pertama, seseorang tidak mau dikuasai oleh terlalu mengharap atau mengangan-angankan apa yang telah ditakdirkan Allah untuknya, ia tidak mau mendahului Allah di dalam setiap tindakan dan ia tidak mengetahui bahwa takdir Allah itu mungkin ada yang lebih baik daripada apa yang dimintanya. Kedua, hal ini dapat menimbulkan syirik, yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah. Karena tidak ada manusia yang tidak berdosa, kecuali para Nabi.

Karena dua sebab inilah Allah selalu tidak memperkenankan permohonan hamba-hamba-Nya, dikhawatirkan jika si hamba akan meminta menurut kehendak dirinya saja, tanpa mengembalikan kepada aturan dan perintah Allah. Dan ada kemungkinan hal ini akan membawanya kepada perbuatan syirik. Ada bermacam-macam sebab yang dapat menjerumuskan seseorang ke lembah syirik pada setiap posisi, kondisi dan cara menempuh jalan kerohanian ini. Tetapi, apabila suatu doa atau permintaan itu sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah, maka hal ini akan menambah si hamba lebih dekat lagi kepada Allah seperti dengan jalan shalat, puasa dan menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya, karena dengan mengikuti semua cara itu berarti mematuhi perintah Allah.

AJARAN 45

Ketahuilah bahwa manusia ini ada dua macam. Pertama, mereka yang dikarunia Allah perkara-perkara yang baik di dunia ini. Kedua, mereka yang diuji oleh Allah dengan apa yang telah ditakdirkan Allah untuk mereka. Mereka yang mendapatkan perkara-perkara yang baik itu belum tentu terlepas dari dosa dan kekhilafan di dalam menikmati karunia Allah tersebut. Orang-orang ini merasa bangga dengan karunia itu. Tiba-tiba datanglah takdir Allah berupa kesulitan dan malapetaka yang menimpa diri, keluarga atau harta benda mereka. Dengan demikian mereka merasa sedih dan berputus asa. Mereka lupa kepada kebanggaan dan kebahagiaan yang mereka nikmati dulu. Jika mereka diberi kekayaan, keselamatan dan kesentosaan, maka merekapun lupa, seolah-olah mereka menduga bahwa keadaan itu akan kekal. Dan jika mereka ditimpa malapetaka, maka mereka pun lupa kepada kebaikan yang pernah mereka terima dulu, seakan-akan kebaikan itu tidak pernah ada pada mereka. Semua ini menunjukkan kejahilannya atau kebodohannya tentang tuannya yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.

Andaikan mereka mengetahui bahwa Allah berkuasa membuat apa saja yang dikehendaki-Nya, baik berkuasa menjatuhkan dan menaikkan, membuat kaya dan membuat miskin, menyenangkan dan menyusahkan, mengelokkan dan memburukkan, menghinakan dan memburukkan, menghidupkan dan mematikan maupun apa saja, maka tentulah mereka tidak akan menduga bahwa kebahagiaan dan kekayaan yang mereka nikmati itu akan kekal dan tentulah mereka tidak akan merasa bangga dan sombong atau putus asa dan kecewa, jika kekayaan dan kebahagiaan dihilangkan dari mereka.

Tindakan mereka yang semacam ini disebabkan kebodohan mereka tentang dunia ini. Mereka tidak mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat ujian, tempat berusaha, tempat bersakit-sakitan dan tempat bersusah payah. Dunia ini bagaikan dua lapisan rasa, di luarnya adalah rasa pahit dan di dalamnya adalah rasa manis. Makanlah dahulu yang pahit itu, barulah memakan yang manisnya. Seseorang hendaknya merasakan yang pahit itu dahulu sebelum ia merasakan yang manis. Bersabarlah kamu memakan yang pahit itu dahulu, agar kamu dapat memakan yang manisnya pula. Oleh karena itu, barang siapa bersabar terhadap ujian-ujian di dunia ini, maka ia berhak menerima hasil dan balasan yang baik dan bagus. Ibarat orang yang mau memakan gaji. Bekerjalah dahulu, baru mendapatkan gaji. Lapisan yang pahit itu harus dihabiskan lebih dahulu, baru lapisan yang manis akan didapatkan.

Oleh karena itu, jika si hamba patuh kepada Allah, mengerjakan yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan yang dilarang-Nya, bertawakal bulat kepada-Nya dan menuruti takdir-Nya serta bila ia telah memakan yang pahit, iapun menghapuskan hawa nafsu keiblisannya dan menghancurkan tujuan kehendak egonya, maka Allah akan memberinya kehidupan baru yang lebih baik, kebahagiaan, keselamatan dan kemuliaan serta Allah akan memeliharanya dan memberikan perlindungan kepadanya. Setelah itu, si hamba itupun menjadi seperti bayi yang sedang disusui ibunya, yakni bayi itu tidak lagi perlu mencari makan, karena ibunya telah memberinya makan. Allah akan memberinya rizki tanpa ia harus bersusah payah atau berusaha keras di dunia ini dan juga di akhirat kelak.

Seorang hamba janganlah menyangka bahwa ia tidak diuji dan bahwa karunia yang diterimanya itu akan kekal. Ia harus bersyukur dan menyerahkan dirinya kepada Allah semata-mata. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang maksudnya lebih kurang sebagai berikut, “Kemegahan dunia ini adalah perkara yang merusakkan. Oleh karena itu, pertahankanlah diri kamu darinya dengan bersyukur.”

Mensyukuri karunia kekayaan itu dilakukan dengan menyadarkan diri dan mengatakan kepadanya bahwa karunia itu tidak lain hanyalah kepunyaan Allah yang dipinjamkan-Nya dan diamanatkan-Nya kepada kita. Semuanya adalah milik Allah dan kita tidak mempunyai apa-apa. Oleh karena itu, dalam masalah harta benda ini, kita tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dan gunakanlah harta benda itu menurut kehendak-Nya. Keluarkanlah zakat dan sedekah. Tolonglah orang-orang yang miskin papa. Orang-orang yang sedang berada dalam kesusahan adalah menjadi tanggungan kita untuk memberikan nafkah kepadanya. Inilah arti mensyukuri karunia kekayaan harta benda yang diberikan Allah kepada kita. Sedangkan mensyukuri ni’mat anggota-anggota badan yang telah diberikan kepada kita adalah dengan menggunakan badan itu untuk mematuhi perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan tidak berbuat dosa dan maksiat.

Inilah cara-cara memelihara karunia Allah agar tidak terlepas dari kita. Siramlah akarnya agar ia menjadi subur, daunnya rindang dan menghasilkan buah yang manis yang menampakkan manfaat kepada badan, supaya badan itu dapat mematuhi Allah, dekat kepada-Nya dan selalu ingat kepada-Nya serta supaya kita menerima rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat kelak dan dapat hidup kekal di surga bersama para Nabi, orang-orang yang benar, para syuhada dan orang-orang saleh. Mereka ini adalah golongan orang-orang yang dimuliakan.

Tetapi jika seseorang itu terpengaruh dan tenggelam dalam kesenangan dan kemegahan dunia ini saja, maka akan merugilah ia, di akhirat kelak ia akan menyesal dengan tiada putus-putusnya dan nerakalah tempat tinggalnya.

Allah menguji manusia dan ujian itu mempunyai bermacam-macam tujuan. Adakalanya ditujukan untuk menghukum manusia akibat kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. Adakalanya ditujukan untuk membuang dan membersihkan cacad orang itu. Dan adakalanya pula ditujukan untuk meninggikan derajat orang itu agar ia dapat bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki ilmu kerohanian yang mengalami berbagai kondisi dan posisi kerohanian. Mereka itu telah mengembara di padang bencana dan kesusahan dengan menunggang kendaraan kasih sayang Allah sambil ditiup oleh angin bayu penglihatan-Nya yang lemah lembut yang mengenai gerak dan sikap mereka, karena ujian itu tidak bermaksud mencampakkan mereka ke dalam neraka, tetapi sebaliknya. Dengan ujian itu, Allah menguji mereka untuk memilih mereka, meneguhkan keimanan mereka dan membersihkan mereka, agar dapat dibedakan antara iman dengan kufur dan antara tauhid dengan syirik, dan sebagai balasannya orang itu diberi ilmu, rahasia dan cahaya.

Apabila lahir dan batin orang-orang ini telah bersih dan hati mereka telah suci, maka mereka ini akan menjadi orang-orang pilihan dan kekasih Allah serta mereka akan mendapatkan rahmat di dunia dan di akhirat. Di dunia ini, rahmat itu melalui hati mereka, sedangkan di akhirat nanti melalui jasmani mereka. Oleh karena itu, bala bencana itu merupakan pencuci dan pembersih daki-daki syirik mereka serta pemutus hubungan mereka dengan manusia, keduniaan dan hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan; di samping menjadi alat penghancur kebanggaan, kesombongan dan ketamakan serta penghapus niat yang bukan karena Allah di dalam beribadah seperti beribadah lantaran menghendaki surga dan sebagainya.

Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai hukuman adalah, seseorang bersabar apabila datang ujian-ujian kepadanya lalu menangis dan mengeluh kepada orang lain. Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai pembersih dan pembuang kelemahan ialah sabar dengan baik, tanpa mengeluh dan menunjukkan kesusahannya kepada orang lain, dan tanpa berkeberatan untuk melaksanakan perintah Allah. Sedangkan tanda bahwa ujian itu ditujukan untuk meninggikan derajat si hamba yang menerima ujian itu adalah adanya kerelaan dan kesukaan hati serta kedamaian terhadap perbuatan Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam, dan dirinya sendiripun hilang dalam ujian itu, sampai masa ujian itu berakhir.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 41 & 42

AJARAN 41

Kusajikan sebuah perumpamaan untuk dijadikan bahan renungan :
Katakanlah bahwa ada seorang Raja yang telah melantik seorang biasa menjadi gubernur untuk memerintah di suatu bandar. Orang itu diberi pakaian kerajaan dengan bendera, panji-panji, gendang kerajaan dan sepasukan tentara yang cukup lengkap. Masa pun berlalu. Akhirnya ia mengira bahwa kedudukan atau keadaan itu akan kekal, sehingga timbullah rasa bangga dan sombongnya. Ia lupa kepada keadaannya sebelum ia dilantik menjadi gubernur dahulu. Kemudian, karena bangga dan sombongnya itu, maka jabatannya itu dicabut oleh raja. Ia dimintai pertanggungjawabannya di depan raja dan dimintai keterangannya tentang sebab ia melakukan kesalahan itu. Akhirnya ia diputuskan bersalah, lalu dipenjarakan dan menyesallah ia berada di dalam penjara yang sempit dan gelap. Karena lamanya ia berada di dalam penjara, maka perasaan bangga dan sombongnya itupun hilang. Hatinya luluh dan api hawa nafsunya pun padam. Kemudian, semua keadaannya ini diketahui oleh raja dan lama kelamaan raja itupun merasa kasihan kepadanya. Ia dilepaskan dari penjara, dan raja itu menyerahkan kembali jabatan yang pernah dipegangnya dahulu untuk menjadi gubernur di bandar yang lain, sebagai hadiah dari raja itu. Setelah itu, ia tetap memangku jabatan gubernur dengan keadaan baik hati dan tidak lagi berperangai buruk seperti dahulu. Akhirnya, ia menjadi orang yang baik dan bersih.

Demikianlah perumpamaan seorang mu’min dengan Allah yang membawa mu’min dekat dengan-Nya dan menjadi orang pilihan-Nya. Dibukanya pintu hati si mu’min itu untuk menerima kasih sayang dan karunia-Nya. Maka tampaklah oleh si mu’min itu dengan mata hatinya sesuatu yang tidak tampak oleh mata kepala, dan dingernya dengan telinga hatinya sesuatu yang tidak pernah didengar oleh telinga kepala. Terlihat olehnya perkara-perkara ghaib dari kerajaan Tuhan Yang Maha Besar, yang meliputi langit dan bumi dan sebagainya. Semakin dekatlah ia kepada Allah. Shalat dan doanya diterima oleh Allah. Ia dikaruniai kasih sayang dan perkataan yang baik-baik dan manis dari Allah. Dengan karunia-Nya pula, maka ilmu-ilmu-Nya yang pelik-pelik akan dapat ia ketahui. Allah akan menyempurnakan karunia-Nya kepada si Mu’min itu, baik dari segi batiniah maupun dari segi lahiriah seperti kesehatan badan, minuman, pakaian, makanan, istri yang baik dan perkara-perkara yang halal serta sesuai dengan peraturan dan ketentuan Allah. Jadi, Allah akan menetapkan keadaan ini kepada hamba-Nya yang beriman dan dekat kepada-Nya, untuk beberapa masa lamanya, sampai si hamba itu merasa selamat dan kekal dalam keadaan itu. Setelah itu, Allah akan mendatangkan malapetaka, kesusahan hidup dan bencana kepadanya. Sehingga, si hamba itupun merasa sedih, heran, hatinya menjadi remuk dan ia terputus dari hubungannya dengan orang-orang segolongannya.

Jika ia melihat keadaan itu dari segi lahirnya saja, maka ia akan melihatnya sebagai suatu kejahatan yang menimpanya, dan jika ia melihatnya dengan hati dan batinnya saja, maka ia melihatnya sebagai sesuatu yang mendukacitakannya. Jika ia meminta kepada Allah untuk melenyapkan kesusahan yang tengah dihadapinya itu, maka Allah tidak akan menerimanya; jika ia meminta janji-janji yang baik, maka ia tidak akan mendapatkannya dengan segera; jika ia berjanji tentang sesuatu, maka ia tidak akan diberitahukan tentang hasilnya; jika ia memimpikan sesuatu, maka ia tidak dapat mengetahui maksudnya; dan jika ia hendak bergabung kembali dengan orang-orang segolongannya, maka iapun tidak dapat melakukannya. Pendek kata, segalanya telah tertutup baginya dan doanya tidak lagi diterima.

Sehingga dengan demikian, dirinya menjadi hancur, hawa nafsunya menjadi hilang dan lenyaplah niat serta cita-citanya. Segalanya telah kosong baginya. Untuk sementara, keadaan ini akan terus berlangsung dan mungkin penderitaannya itu akan diperhebat lagi. Sehingga sampailah masanya, bila ia merasakan tabiat-tabiat dan sifat-sifat kemanusiaannya hilang setahap demi setahap yang akhirnya ia tinggal mempunyai ruh saja, maka ia akan mendengar suara batinnya memanggil, “(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS 38:42). Ayat ini difirmankan kepada Nabi Ayyub as.

Kemudian Allah akan melimpahkan lautan rahmat dan kasih sayang-Nya kepadanya dan hatinya merasa aman dan tenteram serta disinari dengan cahaya iman dan ilmu. Pintu keridhaan Allah dibukakan untuk-Nya. Manusia akan datang berkunjung kepadanya untuk memberikan bermacam-macam hadiah dan orang-orang akan mengabdi kepadanya. Manusia akan memuji dan menghormatinya. Kata-katanya dijunjung tinggi. Orang-orang akan merasakan kebahagiaan berada di majelisnya. Raja-raja dan orang-orang besarpun akan tunduk kepadanya. Allah akan menyempurnakan karunia-Nya kepadanya, baik lahiriah maupun batiniah. Allah akan memelihara lahirnya melalui mahluk-Nya dan batinnya melalui kasih sayang dan rahmat-Nya. Kekallah ia berada dalam keadaan itu sampai akhir hayatnya. Setelah itu, Allah akan memasukkannya ke tempat yang tidak terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh telinga dan tidak terlintas di dalam hati siapapun, sebagaimana firman Allah, “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni’mat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 32:17)

AJARAN 42

Ruh manusia itu hanya ada dalam dua keadaan, tidak ada keadaan yang ketiga, yaitu keadaan bahagia dan keadaan sengsara. Apabila ia berada dalam keadaan sengsara atau menderita, maka muncullah perasaan-perasaan rendah, gelisah, gundah, muram, tidak ridha, mengkritik dan menyalahkan Allah, tidak sabar dan tidak bertawakal, sehingga lahirlah ahlak buruk, menyekutukan Allah dengan mahluk dan akhirnya tidak percaya atau kufur. Dan apabila ia sedang merasa senang, maka ia menjadi mangsa ketamakan dan kerakusan serta hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan. Nafsunya tidak pernah merasa puas. Ia menghendaki barang yang berada di tangan orang lain atau yang ditentukan untuk orang lain. Sehingga ia tidak pernah lepas dari kesusahan dan penderitaan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.

Sesungguhnya hukuman yang paling menyiksa adalah mencari atau menuntut apa yang tidak ditentukan untuk kita.

Jika ketika ia berada dalam kesengsaraan, ia tidak mau yang lain, kecuali ia hanya meminta agar kesengsaraan itu dihilangkan dan ia tidak mengingat serta menghendaki kemewahan yang membuatnya senang; tetapi jika ia diberi kesenangan dan kemewahan, ia menjadi tamak, dengki, ingkar dan melakukan perkara-perkara dosa dan maksiat serta ia lupa kepada penderitaan yang pernah dialaminya; maka ia akan dikembalikan kepada keadaannya semula, ia akan mengalami kesusahan dan penderitaan yang pernah dialaminya, dan bahkan lebih berat daripada keadaannya semula, karena ia telah berdosa dan perlu dihukum. Dengan cara ini, ia akan menjadi sadar kembali dan pada masa berikutnya ia akan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa dan noda. Sebab, kesenangan dan kebahagiaan itu tidak dapat menyelamatkannya, sedangkan kesengsaraan dan penderitaan dapat menyelamatkannya.

Sekiranya ketika penderitaan kesusahan dihilangkan darinya ia berbuat baik, patuh, bersyukur dan ridha kepada Allah, maka hal itu adalah lebih baik baginya di dunia dan di akhirat, dan Allah akan menambahkan karunia, nikmat, kebahagiaan dan keselamatan kepadanya.

Oleh karena itu, barangsiapa menghendaki keselamatan hidup di dunia dan di akhirat, maka hendaklah ia menanamkan sikap sabar, rela bertawakal kepada Allah, menjauhkan sifat iri terhadap manusia dan meminta segala kebutuhan kepada Allah Yang Maha Agung. Patuhlah kepada Allah dan hambakanlah diri hanya kepada-Nya saja. Dia lebih baik dari apa saja selain Dia.

Segala apa yang tidak disampaikan Allah kepada kita sebenarnya adalah merupakan satu karunia atau hadiah. Hukuman-Nya adalah kebaikan. Penderitaan yang ditimpakan-Nya adalah obat. Janji-Nya diibaratkan sebagai uang tunai, kredit-Nya adalah keadaan pada masa ini dan firman-Nya itu pasti terjadi. Apabila Allah hendak menjadikan sesuatu, maka Dia hanya berfirman, “Jadilah”, maka jadilah ia. Oleh karena itu, semua perbuatan-Nya adalah baik dan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Allah sajalah Yang Maha Tahu. Manusia tidak akan dapat mengetahui ilmu Allah yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, adalah lebih baik bagi si hamba untuk terus selalu bertawakal, berserah diri, kembali kepada-Nya, melakukan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa saja yang dilarang-Nya. Janganlah menyalahkan Allah, sinis dan mengatakan bahwa Dia itu dholim, tidak tahu dan sebagainya. Perbuatan-Nya jangan disalahkan.

Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Atha bin Abbas yang diterimanya dari Abdullah bin Abbas. Diceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, “Ketika aku menunggang kuda di belakang Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jagalah atau peliharalah kewajibanmu terhadap Allah, niscaya Allah akan memeliharamu dan peliharalah kewajianmu terhadap Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah berada di hadapanmu.”

Oleh karena itu, apabila kamu mau meminta, maka memintalah kepada Allah dan apabila kamu mau memohon perlindungan, maka memohonlah kepada-Nya. Andaikan seluruh hamba Allah hendak memberikan manfaat kepadamu, namun Allah tidak mengijinkannya, maka akan sia-sialah perbuatan mereka itu. Jika seluruh hamba Allah bermaksud hendak memberikan mudharat atau bahaya kepadamu, tetapi Allah tidak mengijinkannnya, maka mudharat atau bahaya itupun tidak akan menimpamu. Karenanya, jika kamu mampu melakukan seluruh perintah Allah dengan ikhlas, maka lakukanlah semua itu. Tetapi, jika kamu tidak mampu melakukannya, maka lebih baik kamu bersabar terhadap sesuatu yang tidak suka untuk kamu lihat, yang sebenarnya di situ terdapat kebaikan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu datang melalui kesabaran. Dan ketahuilah, bahwa bersama kesusahan itu terdapat kesenangan. Setiap orang yang beriman hendaklah menerapkan hadits Nabi ini, agar selalu mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak serta menerima rahmat dan kasih sayang Allah.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 37, 38, 39 & 40

AJARAN 37

Wahai orang-orang yang beriman, mengapa aku melihat ada di antara kamu yang merasa dengki dan iri hati kepada tetangga-tetangga kamu, karena mereka mendapatkan kelebihan karunia Allah yang berupa makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya ? Tidakkah kamu mengetahui bahwa perasaan dengki itu akan mengubah keimananmu, menjauhkan diri kamu dari sisi Allah dan menyebabkan kamu dimurkai Allah ? Tidakkah kamu pernah mendengar bahwa Nabi SAW bersabda yang Allah berfirman, “Orang yang dengki itu adalah musuh kasih sayang kami.” ?

Mengapa kamu dengki kepada orang lain, hai manusia ? Dengkikah kamu kepada apa yang telah ditentukan Allah kepadanya ? Apa yang ada padanya itu, sebenarnya adalah karunia Allah juga. Maka, mengapa kamu merasa dengki ? Allah berfirman, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS 43:32)

Jika kamu dengki kepada orang lain, maka sesungguhnya kamu adalah orang yang dholim. Kamu dholim terhadap orang yang telah diberi karunia oleh Allah. Padahal, karunia itu telah dikhususkan baginya dan bukan bagi orang lain. Jika kamu masih juga dengki kepada orang yang diberi karunia oleh Allah itu, maka hal itu menunjukkan bahwa kamu itu orang dholim, jahil dan jahat. Jika kamu mendengki orang lain, karena kamu mengira bahwa yang dimilikinya itu adalah bagian kamu, maka kamu adalah orang jail. Sebab, apa yang telah ditentukan untuk kamu itu tidak akan lepas ke tangan orang lain, melainkan pasti akan kamu dapati. Allah tidak dholim, sebagaimana firman Allah yang maksudnya kurang lebih, “Ayat yang datang dari Kami tidak boleh diubah-ubah, dan Kami tidak dholim kepada haba-hamba Kami.”

Allah tidak dholim. Dia tidak akan mengambil dari kamu apa yang telah ditentukan untukmu lalu diberikan-Nya kepada orang lain. Tidak. Apa yang telah ditentukan untuk kamu, pasti akan kamu dapatkan. Dan apa yang telah ditentukan untuk orang lain, pasti akan ia dapatkan. Oleh karena itu, janganlah kamu dengki kepada orang lain. Lebih baik kamu mendengki bumi yang menjadi toko harta benda dunia seperti mas, perak dan intan berlian sebagai simpanan raja-raja dahulu kala seperti ‘Ad, Tsamud dan raja Persia dan Romawi. Kamu lebih baik mendengki semua ini daripada mendengki saudara-saudara kamu.

Ibarat orang yang melihat seorang raja yang agung dan mempunyai tentara yang banyak sekali, mengontrol daratan dan lautan luas serta memungut pajak untuk keperluannya sendiri dan kerakusannya sendiri. Melihat keadaan ini, orang itu tidak dengki kepadanya, tetapi dia dengki melihat seekor anjing liar yang datang pada malam hari mendekati dapur istana raja itu untuk mencari makanan dari sisa-sisa makanan yang dibuang oleh tukang masak dan makanan itu sudah busuk dan basi. Orang itu dengki kepada anjing liar itu, sehingga memusuhinya dan ingin membunuhnya. Apakah ini bukan suatu kebodohan ? Jika orang itu benar-benar dengki kepada anjing lapar itu dan ia tidak dengki kepada raja yang tamak itu, maka sebenarnya orang itu adalah orang yang jahil, bodoh dan tidak mau menimbang rasa.

Ketahuilah wahai insan, apakah yang akan dihadapi oleh tetanggamu itu di hari perhitungan kelak, sekiranya ia telah diberi nikmat oleh Allah dan karunia yang baik di dunia ini, tetapi ia tidak memanfaatkan karunia itu sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah, bahkan sebaliknya ia ingkar dan memusuhi Allah serta tidak patuh kepada-Nya. Ketahuilah, bahwa ia akan ditanya dan dimintai pertanggung jawabannya tentang apa yang telah ia perbuat dengan karunia itu. Jika karunia dan nikmat itu tidak ia pergunakan sesuai dengan keridhaan Allah, maka ia akan menyesal. Bahkan ia merasa bahwa lebih baik ia tidak menerima karunia itu di dunianya dulu. Apa yang ia sesalkan ? Sudah terlambat.

Nabi SAW pernah bersabda, “Sebenarnya ada segolongan manusia di hari perhitungan nanti yang menginginkan daging badannya dipotong-potong dengan gunting apabila mereka melihat balasan yang diterima oleh orang-orang yang mendapat azab dan kesusahan.”

Mungkin tetangga kamu itu, di akhirat kelak, ingin agar ia berada di tempat kedudukanmu dalam kehidupan dunia ini, manakala ia merasakan masa yang sangat panjang berada dalam perhitungan di hadapan Tuhan itu dengan merasakan kepedihan dan kesusahan berdiri selama 50.000 tahun di bawah panas terik matahari untuk dimintai pertanggungjawabannya tentang apa yang telah diperbuatnya dengan kekayaan yang diberikan Allah kepadanya dahulu, sedangkan sementara itu kamu berada dalam perlindungan Allah: makan, minum, bersenang-senang dan bersuka ria, karena kamu telah sabar dalam menempuh kesusahan hidup di dunia ini sambil ridha dengan ketentuan Allah, menyesuaikan diri kamu dengan Allah dan kamu tidak mendengki orang lain lantaran ia diberi kelebihan kehidupan dunia oleh Allah. Semoga Allah menjadikan aku dan kamu bersabar di dalam menempuh godaan dan perjuangan hidup di dunia ini serta bersyukur kepada-Nya karena karunia-Nya yang tidak terhingga kepada kita sekalian. Mudah-mudahan kita bertawakal kepada Allah, Tuhan sekalian alam.

AJARAN 38

Barangsiapa menjalankan tugas-tugasnya karena Allah dengan ikhlas dan benar, maka ia tidak akan terpengaruh oleh apa saja selain Allah. Wahai manusia, janganlah kamu menuntut apa yang tidak ada pada kamu. Bertauhidlah kepada Allah dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan apa saja. Jadikanlah diri kamu sasaran anak panah takdir yang akan mengena dirimu, bukan untuk membunuh melainkan untuk mencederakan kamu. Barangsiapa yang luluh hatinya karena Allah, maka ia akan menerima balasan dari Allah.

AJARAN 39

Mengambil sesuatu berdasarkan hawa nafsu kebinatangan, tanpa ada perintah dari Allah, berarti menyeleweng dari tugas kamu terhadap Allah dan melawan kebenaran. Sedangkan mengambil sesuatu tanpa didorng oleh hawa nafsu kebinatangan adalah suatu kebaikan dan sejalan dengan kebenaran atau yang haq. Dan jika berlawanan dengan kebenaran itu, maka itu adalah perbuatan yang tidak ikhlas dan sikap munafiq.

AJARAN 40

Janganlah kamu mengira bahwa diri kamu termasuk dalam golongan kerohanian, kecuali jika kamu telah menjadi musuh diri kamu, terpisah dari anggota-anggota badan kamu, kaki dan tangan kamu serta memutuskan hungunganmu dengan wujud kamu, dengan gerak dan diam kamu, dengan pendengaran dan penglihatan kamu, dengan percakapan dan pegangan kamu, dengan usaha dan tindak tanduk kamu dan dengan apa saja yang kamu anggap datang dari diri kamu sendiri. Setelah semua itu lenyap, maka barulah wujud kerohanian dihembuskan kepada kamu, karena semua itu adalah tabir yang menghalangi kamu dengan Tuhan kamu. Apabila ruh kamu telah bersih dan suci, maka rahasia di atas segala rahasia dan yang ghaib dari segala yang ghaib akan terbuka bagi kamu akan dapat membedakan antara musuh dengan sahabat dan yang haq dengan yang batil serta tauhid dengan syirik.

Allah SWT berfirman lewat lidah Ibrahim as, “Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam.” (QS 26:77)

Yang dimaksud dengan musuh di sini adalah berhala. Oleh karena itu anggaplah diri kamu dan seluruh mahluk ini sebagai berhala, dan dengan demikian, janganlah kamu mematuhi dan menuruti semua itu. Hanya dengan itu saja kamu akan dikaruniai rahasia-rahasia dan ilmu-ilmu ketuhanan serta perkara-perkara yang jarang ditemui orang. Kemudian kamu akan diberi kekuasaan untuk menjadikan dan keramat, dan ini adalah suatu macam kekuasaan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan perkara ghaib.

Apabila kamu berada dalam keadaan seperti ini, maka seakan-akan kamu bangkit kembali hidup sesudah mati di hari akhir. Jadi, semata-mata kamu adalah manifestasi kekuasaan Allah. Kamu mendengar melalui Allah, melihat melalui Allah, berbicara melalui Allah, memegang melalui Allah, berjalan melalui Allah, mengetahui melalui Allah dan susah serta sentosa melalui Allah. Sehingga kamu buta terhadap apa saja selain Allah dan tuli terhadap apa saja selain Dia. Selagi kamu memperhatikan batas-batas hukum dan mengikuti undang-undang Tuhan, maka tidak ada sesuatupun yang tampak ada oleh pandanganmu, kecuali wujud Allah. Jika ada diantara kehendak-kehendak hukum Allah yang hilang dari dalam diri kamu, maka ketahuilah bahwa kamu sedang diuji dan dipermainkan oleh setan. Oleh karena itu, kembalilah untuk mengikuti hukum-hukum Allah, berpegang teguh kepada-Nya dan jauhkan diri kamu dari nafsu kebinatanganmu. Sebab, setiap perkara yang tidak sah menurut hukum-hukum atau undang-undang Allah adalah tidak termasuk dalam iman.

FUTUHUL GHOIB AJARAN 36

AJARAN 36

Jadikanlah hidup setelah mati itu sebagai uang modal kamu dan hidup di dunia ini sebagai keuntungannya. Pergunakanlah waktumu, pertama-tama, untuk hidup setelah mati. Jika ada waktu yang lebih, maka pergunakanlah waktu itu untuk kehidupan duniamu. Janganlah kamu menggunakan hidupmu di dunia ini sebagai uang modal dan hidup setelah mati sebagai keuntungan, di mana kamu memanfaatkan waktu lebihmu itu untuk hidup setelah mati, di samping menunaikan shalat lima waktu; seakan-akan mengubah semuanya di dalam satu gerakan, memasukkan bagian-bagiannya dan merusakkan susunannya, tanpa ruku dan sujud serta tanpa thuma’ninah; atau apabila kamu merasa penat dan letih, kamu tidur dengan membiarkan segalanya tidak terpelihara; seperti mayat di waktu malam yang pada siang harinya memuaskan nafsu kebinatangannya dan nafsu iblisnya. Jangan pula kamu menjual akhiratmu untuk duniamu dan kamu menjadi hamba nafsu kebinatanganmu.

Kamu diperintahkan untuk menguasai hawa nafsu kamu dan membawa diri kamu ke jalan yang lurus dan benar. Tetapi kamu membiarkan diri kamu dikuasai hawa nafsu iblis, sehingga merugilah kamu di dunia ini dan di akhirat kelak kamu akan diazab dengan api neraka. Di hari perhitungan kelak, kamu akan menjadi orang yang paling miskin dan paling merugi serta segala apa yang kamu kumpulkan untuk duniamu hilang lenyap dari sisimu. Maka benar-benar kamu menjadi orang yang merugi. Sebaliknya jika kamu mengikuti jalan akhirat dan menjadikannya sebagi uang modal, maka kamu akan beruntung di dunia dan di akhirat, serta apa yang ditakdirkan untuk kamu di dunia ini akan datang kepadamu dan kamu mendapatkan keselamatan dan dihormati.

Nabi pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memberi keselamatan kepadamu dalam kehidupan duniamu, jika kamu menunjukkan niatmu di akhirat. Tapi, keselamatan akhirat tidak akan diberikan, jika niatmu kamu tujukan ke kehidupan dunia.”

Niat yang ditujukan ke akhirat itu adalah keta’atan kepada Tuhan, karena niat itu ialah jiwa ibadah. Oleh karena itu, apabila kamu ta’at kepada Allah dan mengharapkan akhirat, maka kamu akan menjadi orang yang dipilih oleh Allah dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang ta’at dan cinta kepada Allah serta kehidupan akhirat akan kamu dapati, yaitu surga dan kedekatan kepada Allah. Kemudian, dunia ini akan mengabdi kepadamu dan segala sesuatu yang telah ditentukan untuk kamu, pasti akan kamu terima sepenuhnya, karena segala sesuatu itu tunduk kepada Allah Yang Maha Menguasai segalanya.

Jika kamu terlena dan tenggelam di dalam kehidupan dunia dan tidak lagi mau memperhatikan kehidupan akhiratmu, maka Tuhan akan murka kepada kamu. Kamu tidak akan mendapatkan akhirat dan dunia tidak akan takluk kepadamu. Kamu merasakan kesulitan di dalam mendapatkan bagian-bagian yang telah ditentukan untukmu, karena Allah murka kepadamu, sedangkan semua yang tersebut itu sebenarnya adalah kepunyaan Allah belaka. Barangsiapa mendurhakai Allah, maka Allah akan menghinakannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dunia dan akhirat itu bagaikan sepasang suami istri. Jika kamu melayani salah seorang saja di antara keduanya, maka yang lainnya akan marah kepadamu.”

Allah SWT berfirman, “… di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat…” (QS 3:152)

Orang yang menghendaki dunia saja disebut ahli dunia dan orang yang menghendaki akhirat disebut ahli akhirat. Perhatikanlah diri kamu, termasuk golongan manakah kamu ? Dalam dunia ini, ke dalam golongan manakah di antara dua ahli itu kamu ingin termasuk ? Ketika kamu berada di alam akhirat, sesudah mati nanti, kamu akan megetahui bahwa sebagian di antara kamu masuk ke dalam surga dan satu golongan lagi masuk ke dalam neraka. Dan ada satu golongan manusia lagi, yaitu yang tetap tinggal di tempatnya sambil menjalani perhitungan dan pembicaraan. Satu hari di sana, menurut firman Tuhan, seperti 15.000 tahun di dunia. Ada pula satu golongan manusia yang duduk di tempat makan sambil makan makanan yang enak-enak, buah-buahan, manis-manisan yang lebih putih daripada es, sebagaimana diriwayatkan di dalam hadits, “Mereka akan melihat tempat tinggal mereka di surga. Apabila Allah telah selesai menanyai manusia, mereka akan memasuki surga itu. Mereka akan pergi menuju tempat tinggal mereka, seperti halnya orang-orang di dunia ini menuju tempat tinggal mereka.”

Mereka yang memasuki surga itu adalah orang-orang yang meninggalkan dunia mereka dan berusaha mencapai kebahagiaan akhirat dan Allah. Sedangkan orang-orang yang malang adalah mereka yang tidak langsung menghiraukan akhirat dan yang menghabiskan masa hidupnya di dunia dengan hal-hal keduniaan saja serta bimbang dengannya. Mereka melupakan hari perhitungan mereka di hadapan Allah dan mereka tidak mau memperdulikan Al Qur’an dan sabda-sabda Nabi.

Perhatikanlah dan kasihanilah diri kamu serta pilihlah golongan yang lebih baik di antara kedua golongan tersebut. Hindarkanlah diri kamu dari persahabatan dan pergaulan dengan orang-orang jahat atau setan. Ikutilah Al Qur’an dan sunnah Nabi. Perhatikan, pikirkan dan amalkanlah keduanya. Janganlah kamu terpengaruh oleh kata-kata kosong dan ketamakan. Firman Allah, “Apa saja harta rampasan (fai-I) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta-harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS 59:7)

Janganlah kamu menentang Nabi dan jangan pula kamu mengubah peraturan dengan berpura-pura pandai, baik dalam perbuatan kamu maupun di dalam beribadah. Allah berfirman, “Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya), untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (QS 57:27)

Allah telah membersihkan Nabi-Nya dan menjauhkannya dari yang batil. Firman Allah, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS 53:3-4). Dengan kata lain, firman ini bermaksud, “Apa saja yang dibawanya kepada kamu adalah dari Aku, dan bukannya dari dirinya atau hawa nafsunya. Oleh karena itu, ikutilah dia.”

Firman Allah lagi, “Pada hari ketiga tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (ke hadapannya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS 3:30)

Jalan untuk menempuh kasih sayang-Nya itu adalah mematuhi sabda-sabda dan perbuatan Nabi. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berusaha itu adalah jalanku dan tawakal kepada Allah itu adalah keadaanku.”

Oleh karena itu, kamu harus berada di antara perbuatan dan keadaannya. Jika iman kamu lemah, maka hendaklah kamu berusaha, dan ini adalah perbuatannya. Dan jika iman kamu kuat, maka pergunakanlah keadaan kamu, yaitu bertawakal kepada Allah.

Allah berfirman, “Dan kepada Allah-lah kamu patut bertawakal.” (QS 5:26). Allah juga berfirman, “… dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (QS 56 – 3) Selanjutnya Allah berfirman, “Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan.” (QS 3:158)

Allah menyuruhmu untuk bertawakal dan berpegang teguh kepada Allah, sebagaimana Nabi pun disuruh berbuat demikian. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa berbuat sesuatu yang bukan dari perintah kami, maka perbuatannya itu tidak akan diterima.”

Hal ini mencakup kehidupan, perbuatan dan perkataan. Kita tidak mempunyai Nabi lagi selain beliau yang harus kita ikuti dan tidak ada kitab, selain Al Qur’an yang harus kita patuhi. Oleh karena itu, janganlah kamu melanggar keduanya. Jika tidak, maka kamu akan mendapatkan kehancuran dan kamu akan dipimpin oleh hawa nafsu kebinatangan dan iblis yang membawa ke jalan yang sesat. Allah berfirman, “… dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah …” (QS 38:26)

Keselamatan itu terletak pada Kitab Allah dan sunnah Nabi. Sedangkan kerusakan akan datang, jika kamu menyimpang dari keduanya. Dengan Al Qur’an dan sunnah Nabi itulah maka si hamba dapat naik ke derajat wilayah, badaliyyat dan ghautsiyyat.

Jadikanlah hidup setelah mati itu sebagai uang modal kamu dan hidup di dunia ini sebagai keuntungannya. Pergunakanlah waktumu, pertama-tama, untuk hidup setelah mati. Jika ada waktu yang lebih, maka pergunakanlah waktu itu untuk kehidupan duniamu. Janganlah kamu menggunakan hidupmu di dunia ini sebagai uang modal dan hidup setelah mati sebagai keuntungan, di mana kamu memanfaatkan waktu lebihmu itu untuk hidup setelah mati, di samping menunaikan shalat lima waktu; seakan-akan mengubah semuanya di dalam satu gerakan, memasukkan bagian-bagiannya dan merusakkan susunannya, tanpa ruku dan sujud serta tanpa thuma’ninah; atau apabila kamu merasa penat dan letih, kamu tidur dengan membiarkan segalanya tidak terpelihara; seperti mayat di waktu malam yang pada siang harinya memuaskan nafsu kebinatangannya dan nafsu iblisnya. Jangan pula kamu menjual akhiratmu untuk duniamu dan kamu menjadi hamba nafsu kebinatanganmu.

Kamu diperintahkan untuk menguasai hawa nafsu kamu dan membawa diri kamu ke jalan yang lurus dan benar. Tetapi kamu membiarkan diri kamu dikuasai hawa nafsu iblis, sehingga merugilah kamu di dunia ini dan di akhirat kelak kamu akan diazab dengan api neraka. Di hari perhitungan kelak, kamu akan menjadi orang yang paling miskin dan paling merugi serta segala apa yang kamu kumpulkan untuk duniamu hilang lenyap dari sisimu. Maka benar-benar kamu menjadi orang yang merugi. Sebaliknya jika kamu mengikuti jalan akhirat dan menjadikannya sebagi uang modal, maka kamu akan beruntung di dunia dan di akhirat, serta apa yang ditakdirkan untuk kamu di dunia ini akan datang kepadamu dan kamu mendapatkan keselamatan dan dihormati.

Nabi pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memberi keselamatan kepadamu dalam kehidupan duniamu, jika kamu menunjukkan niatmu di akhirat. Tapi, keselamatan akhirat tidak akan diberikan, jika niatmu kamu tujukan ke kehidupan dunia.”

Niat yang ditujukan ke akhirat itu adalah keta’atan kepada Tuhan, karena niat itu ialah jiwa ibadah. Oleh karena itu, apabila kamu ta’at kepada Allah dan mengharapkan akhirat, maka kamu akan menjadi orang yang dipilih oleh Allah dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang ta’at dan cinta kepada Allah serta kehidupan akhirat akan kamu dapati, yaitu surga dan kedekatan kepada Allah. Kemudian, dunia ini akan mengabdi kepadamu dan segala sesuatu yang telah ditentukan untuk kamu, pasti akan kamu terima sepenuhnya, karena segala sesuatu itu tunduk kepada Allah Yang Maha Menguasai segalanya.

Jika kamu terlena dan tenggelam di dalam kehidupan dunia dan tidak lagi mau memperhatikan kehidupan akhiratmu, maka Tuhan akan murka kepada kamu. Kamu tidak akan mendapatkan akhirat dan dunia tidak akan takluk kepadamu. Kamu merasakan kesulitan di dalam mendapatkan bagian-bagian yang telah ditentukan untukmu, karena Allah murka kepadamu, sedangkan semua yang tersebut itu sebenarnya adalah kepunyaan Allah belaka. Barangsiapa mendurhakai Allah, maka Allah akan menghinakannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dunia dan akhirat itu bagaikan sepasang suami istri. Jika kamu melayani salah seorang saja di antara keduanya, maka yang lainnya akan marah kepadamu.”

Allah SWT berfirman, “… di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada yang menghendaki akhirat…” (QS 3:152)

Orang yang menghendaki dunia saja disebut ahli dunia dan orang yang menghendaki akhirat disebut ahli akhirat. Perhatikanlah diri kamu, termasuk golongan manakah kamu ? Dalam dunia ini, ke dalam golongan manakah di antara dua ahli itu kamu ingin termasuk ? Ketika kamu berada di alam akhirat, sesudah mati nanti, kamu akan megetahui bahwa sebagian di antara kamu masuk ke dalam surga dan satu golongan lagi masuk ke dalam neraka. Dan ada satu golongan manusia lagi, yaitu yang tetap tinggal di tempatnya sambil menjalani perhitungan dan pembicaraan. Satu hari di sana, menurut firman Tuhan, seperti 15.000 tahun di dunia. Ada pula satu golongan manusia yang duduk di tempat makan sambil makan makanan yang enak-enak, buah-buahan, manis-manisan yang lebih putih daripada es, sebagaimana diriwayatkan di dalam hadits, “Mereka akan melihat tempat tinggal mereka di surga. Apabila Allah telah selesai menanyai manusia, mereka akan memasuki surga itu. Mereka akan pergi menuju tempat tinggal mereka, seperti halnya orang-orang di dunia ini menuju tempat tinggal mereka.”

Mereka yang memasuki surga itu adalah orang-orang yang meninggalkan dunia mereka dan berusaha mencapai kebahagiaan akhirat dan Allah. Sedangkan orang-orang yang malang adalah mereka yang tidak langsung menghiraukan akhirat dan yang menghabiskan masa hidupnya di dunia dengan hal-hal keduniaan saja serta bimbang dengannya. Mereka melupakan hari perhitungan mereka di hadapan Allah dan mereka tidak mau memperdulikan Al Qur’an dan sabda-sabda Nabi.

Perhatikanlah dan kasihanilah diri kamu serta pilihlah golongan yang lebih baik di antara kedua golongan tersebut. Hindarkanlah diri kamu dari persahabatan dan pergaulan dengan orang-orang jahat atau setan. Ikutilah Al Qur’an dan sunnah Nabi. Perhatikan, pikirkan dan amalkanlah keduanya. Janganlah kamu terpengaruh oleh kata-kata kosong dan ketamakan. Firman Allah, “Apa saja harta rampasan (fai-I) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta-harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS 59:7)

Janganlah kamu menentang Nabi dan jangan pula kamu mengubah peraturan dengan berpura-pura pandai, baik dalam perbuatan kamu maupun di dalam beribadah. Allah berfirman, “Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya), untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (QS 57:27)

Allah telah membersihkan Nabi-Nya dan menjauhkannya dari yang batil. Firman Allah, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS 53:3-4). Dengan kata lain, firman ini bermaksud, “Apa saja yang dibawanya kepada kamu adalah dari Aku, dan bukannya dari dirinya atau hawa nafsunya. Oleh karena itu, ikutilah dia.”

Firman Allah lagi, “Pada hari ketiga tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (ke hadapannya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS 3:30)

Jalan untuk menempuh kasih sayang-Nya itu adalah mematuhi sabda-sabda dan perbuatan Nabi. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berusaha itu adalah jalanku dan tawakal kepada Allah itu adalah keadaanku.”

Oleh karena itu, kamu harus berada di antara perbuatan dan keadaannya. Jika iman kamu lemah, maka hendaklah kamu berusaha, dan ini adalah perbuatannya. Dan jika iman kamu kuat, maka pergunakanlah keadaan kamu, yaitu bertawakal kepada Allah.

Allah berfirman, “Dan kepada Allah-lah kamu patut bertawakal.” (QS 5:26). Allah juga berfirman, “… dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (QS 56 – 3) Selanjutnya Allah berfirman, “Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan.” (QS 3:158)

Allah menyuruhmu untuk bertawakal dan berpegang teguh kepada Allah, sebagaimana Nabi pun disuruh berbuat demikian. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa berbuat sesuatu yang bukan dari perintah kami, maka perbuatannya itu tidak akan diterima.”

Hal ini mencakup kehidupan, perbuatan dan perkataan. Kita tidak mempunyai Nabi lagi selain beliau yang harus kita ikuti dan tidak ada kitab, selain Al Qur’an yang harus kita patuhi. Oleh karena itu, janganlah kamu melanggar keduanya. Jika tidak, maka kamu akan mendapatkan kehancuran dan kamu akan dipimpin oleh hawa nafsu kebinatangan dan iblis yang membawa ke jalan yang sesat. Allah berfirman, “… dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah …” (QS 38:26)

Keselamatan itu terletak pada Kitab Allah dan sunnah Nabi. Sedangkan kerusakan akan datang, jika kamu menyimpang dari keduanya. Dengan Al Qur’an dan sunnah Nabi itulah maka si hamba dapat naik ke derajat wilayah, badaliyyat dan ghautsiyyat.