Laman

Selasa, 23 Desember 2014

Mutiara dari sultan aulia syekh muhyidin abdul qadir al jailani.....

Mutiara dari sultan aulia syekh muhyidin abdul qadir al jailani......
Ada empat jenis manusia.....
Yg pertama tidak berlidah dn tidak berhati. Mereka adalah manusia biasa,bodoh dn hina. Mereka tidak pernah ingat(berzikir) pada Allah.tiada kebaikan dlm diri mereka. Mereka bagai sekam tidak bernilai jika Allah tidak mengasihi mereka, membimbing hati mereka beriman padanya sendiri. Waspadalah jngn jadi seperti mereka.inilah manusia sengsara dn di murkai Allah.kita berlindung pada Allah dripada mereka.
JENIS yg kedua...
Berlidah tapi tidak berhati. Mereka bercakap bijak, tetapi tidak melakukan perbuatan bijak. Mereka menyeru orang pada jalan Allah S.W.T tetapi mereka sendiri jauh daripadanya.mereka jijik pada noda orang lain, tapi mereka sendiri tenggelam dlm lautan noda.mereka menunjukan betapa solehnya mereka.tetapi mereka sendiri jelas melakukan dosa besar pada Allah bila sendirian, mereka bagai musang berbulu ayam. Jenis manusia inilah di peringatkan oleh nabi SAW dalam sabdanya..perkara yang semistinya ditakuti olehku dan para pengikutku adalah orang berilmu yang jahat. Dalam hadis lain dinyatakan .." perkara yang paling menakutkan yang aku takutkan kepada ummatku adalah ulama yang su".

JENIS yang ketiga..
Mempunyai hati namun tidak berlidah.
Mereka adalah mukmin yang Allah telah memberinya sumpah setia daripada makhluknya, menganugerahkannya pengetahuan tentang noda dirinya sendiri, mencerahkan hatinya dan menjadikanya sedar akan mudaratnya berbaur dengan manusia, akan kekejian bercakap dan yg telah yakin bahawa keselamatan ada dalam diam serta berada dalam suatu sudut, sebagai mana sabda Nabi SAW :.. Sesiapa sentiasa diam,maka dia memperolehi keselamatan." sesungguhnya pengabadian pada Allah terdiri daripada sepuluh bahagian, yang sembilan bahagian adalah sikap diam. Orang ini adalah wali Allah dalam soal rahsianya, dilindungi memiliki keselamatan dn banyak pengetahuan dirahmati dan segala yg baik ada padanya.
JENIS yang keempat..
Yang berlidah dan yang berhati. Mereka adalah seseorang yang di undang kedunia ghiab, yang dibusanai kemuliaan sebagaimana dikatakan dalam suatu hadis: " sesiapa mengetahui dan bertindak berdasarkan pengetahuannya dan memberikannya pada orang lain, maka dia diundang ke dunia ghaib dan menjadi mulia.". Ini adalah orang yang alim yg memiliki pengetahuan mengenai Allah dan tandanya. Hatinya menjadi penyimpan pengetahuan yg jarang mengenainya dn dia menganugerahkan kepadanya rahsia yg disembunyikanya daripada yg lain. Dia memilihnya mendekatkanya padanya sendiri, membimbingnya, meluaskan hatinya agar dapat menerima rahsia dn pengetahuan ini dn menjadikanya seorang pekerja pada jalanya, penyeru para hambanya pada jalan kebajikan, yg mengigatkan akan siksaan perbuatan keji dan hujjatullah di tengah tengah mereka, pemandu dan yg di bimbing, perantara dan yang perantaraannya di terima, seorang siddiq dan saksi kebenaran, wakil para nabi dan utusan Allah, yang bagi mereka limpahan rahmat Allah.
Maka orang ini menjadi puncak umat manusia.tiada maqam diatas ini, kecuali maqam para nabi. Adalah kewajipanmu agar berhati hati, agar kamu tidak memusuhi orang seperti itu. Tidak menjauhi dan tidak meremehkan kata katanya. Sesunguhnya keselamatan terletak pada kata kata dan bersama dengan orang itu.sedangkan kebinasaan dn kesesatan terletak pada selainnya.: kecuali orang yg dikurnia oleh Allah daya dan pertolongan yg membawa kepada kebenaran dan kasih sayang....

awal beragama makrifat

Gak usah dibaca!!! Rahasia ini!!! Awas jalan masih licin
Khusus untuk orang orang yang paham!!!
Kenapa awal beragama makrifat kepada Allah, karena jika tidak
mengenal Allah maka tidak mungkin manusia bisa menyembah-Nya
dan tidak mungkin bisa mencintai-Nya. Maka sangat penting bagi
seluruh manusia untuk mencapai tahap makrifat agar ibadah-ibadah
yang dilakukannya tidak sia-sia.
Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk mengorbankan anaknya lewat
mimpi, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya.
Kenapa Ibrahim melaksanakan perintah yang “aneh” tersebut karena dia sangat yakin yang memerintahkan adalah Allah. Kenapa sangat yakin yang datang dalam mimpinya adalah Allah, karena Nabi Ibrahim telah mencapai tahap makrifatullah, mengenal Dzat Allah SWT. Akal tidak mampu menguraikan tentang wujud Allah yang datang dalam mimpi Ibrahim, tasawuf dengan mudah menguraikannya. Uraian tentang makrifat dan pengalaman-pengalaman tentang makrifat hanya bisa dipahami oleh orang yang telah berada di alam makrifat pula.
Makrifat tidak di dapat lewat perenungan, lewat kajian-kajian atau
bacaan-bacaan. Ribuan buku tasawuf dan keterangan tidak akan membawa seseorang mencapai makrifat. Al-Ghazali berkata, “Alat seorang sufi mendapatkan makrifat adalah qalbu, bukan panca indera atau akal. Pengetahuan yang diperoleh qalbu lebih benar daripada pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Jalan untuk memperoleh kebenaran adalah tasawuf (makrifat bukan filsafat)”. Al-Ghazali memaknai makrifat sebagai Memandang Wajah Allah .
Pasal kebenaran
Dia Allah terzahir dalam bentuk Aku muhammad (dirimu sendiri) – Salik. Oleh itu memahami Aku sendiri adalah memahami Allah.
Dia-lah Yang mengetahui & Yang Diketahui. Aku Kenal Allah Dengan Allah.
Dan Dia dalam Nafs kamu...dan kamu tidak nampak Dia.
Hadith Rasul :-
Siapa yan melihat saya nampaklah Allah
Dia sekarang saperti Dia dahulu juga
Allah ada dan tiada sekutu dengan Dia.
Bagaimana ada sekutu dengan Dia sedangkan dahulu, sekrang dan akan datang adalah satu sahaja padanya.
Ruh “ yang tidak dijadikan “ ialah Hakikat Muhammad ( Wahdah ) Dibawah
daripada itu ialah Hakikat – i – Insani ( Wahidiyyat ) yaitu Ruh “ yang
dijadikan” bergelar SIRR.
Semua ruh adalah bayangan dari Ruh itu ( Hakikat Muhammad ) . Itulah “
Ruh Yang Dihembuskan / Ditiupkan “
Firman Allah :-
Aku hembuskan padanya ( Adam ) Ruhku
Aku jadikan dia dengan kedua TanganKu ( Sifat Jalal & Jamal )
Kemana sahaja kamu menghadap disitu nampak Wajah Allah
Ruh ialah PEMBATASAN / HAD saperti badan adalah pembatasan Ruh.
Perkaitannya saperti air dan buih. Pada peringkat pertama ia bergelar Ruh
– Al- Quddus yaitu Hakikat –i – Muhammadi.
Ruh bukan didalam atau diluar badan dan tidak juga lekat pada badan. Ruh
bukan tidak diluar badan dan bukan tidak didalam badan, bukan terlekat
dan bukan pula tidak terlekat pada badan.
Ruh pada aspek luarnya adalah mendengar pada satu tempat, bercakap
pada satu tempat yang lain dan ditempat yang lain pula melihat. Semua ini
adalah satu yang mempunyai nama nama yang berlainan.
NUR ( cahaya ) MUHAMMAD ada dua jenis :-
Pertama BATIN – yaitu dalam peringkat ILMU dinamakan Hakikat
Muhammad dan tidak dizahirkan.
Aku dari Allah dan seluruh Alam adalah cahayaku
Ianya adalah keadaan Pencipta itu sendiri.
Al-Maidah ayat 35,
“Dan carilah jalan untuk merapatkan diri (wasilah) dengan kerinduan (dzauq) kepada-Nya”
Ayat al maidah diatas adalah ayat yang menerangken tentang mahabbah kerana kerinduan tiada akan ada kecuali jika ada mahhabbah ( cinta ) dihatinya.
Ayat dalam surat al kahfi ayat 54 tentang kebodohan manusia.
Sesungguhnya kami menjelasken (berulang ulang) didalam alquran ini bagi manusia macam macam perumpamaan. Dan adalah manusia sesuatu (makhluk) yang paling banyak membantahnya.
Kesimpulannya makrifat itu hanya dapat dipahami dengan ketaatan ,cinta dan kasih sayang saja maksudnya kita merasakan bahwa segala hal yang kita perbuat ini adalah perbuatan nurnya semata mata sedangken kita tidak memiliki daya apapun kecuali dengan kehendaknya.
Firman allah
Sesungguhnya aku mengikuti prasangka hamba hambaku
Hadistnya
Inna aqmalu binniat
Sesungguhnya segala amal itu bergantung niatnya
Firman allah
Sesungguhnya allah maha mendengar lagi mengetahui isi hati.
“Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yg dilakuannya .” (QS. St-Thur: 21)

Rabu, 17 Desember 2014

Bersabarlah


PARDI mulai puyeng kepalanya. Segalanya terasa judek. Masalahnya seperti tumpukan sampah di depan mata. Sudah berbau menyengat, sepet dipandang. Bahkan lebih dari sekedar sampah.
“Di…Di…kamu ini masih muda, kok stress melulu…”
“Aku nggak stress, Cuma aku lagi jengkel bukan main…”
“Apa bedanya?”
“Beda donk Dul…”
“Bedanya?”
“Kalau stress itu hasilnya jengkel, kalau jengkel itu apinya stress… ha..ha..ha..”
“Nah, gitu donk tertawa… Kamu jengkel kenapa?”
“Saya jengkel pada diri sendiri, dan orang lain…”
“Itu namanya ujian…”
“Saya tahu ini ujian. Tapi ketika saya lagi marah, saya lupa Dul kalau itu ujian… Kalau menurut kamu bagaimana?”
“Saya punya kiat Di… Kalau aku lagi jengkel, sumpek. Saya lemparkan diri saya…”
“Haaaaah…!?”
“Maksudku saya berusaha melemparkan hati saya ke pintunya Allah. Terserah Gusti Allah saja…”
Pardi manggut-manggut dengat kiat Dulkamdi. Lama sekali dua sahabat itu terdiam, hingga kopinya hampir dingin.
“Soal kiat bersabar kan…?” Tiba-tiba dua orang itu bicara serentak lalu tertawa-tawa. “Hanya orang-orang yang bersabar akan diberi pahala mereka yang tidak terbatas” (Q.s. az-Zumar: 10) Tiba-tiba kang soleh muncul dengan mengutip sebuah ayat. “Kata Al-Junaid – ra himahullah – Sabar adalah memikul semua beban berat sampai habis saat-saat yang tidak diinginkan”.
Sementara Ibrahim al-Khawash – rahimahullah – berkata “Sebagian besar manusia lari dari memikul beban berat sabar. Kemudian mereka berlindung diri pada berbagai sarana (sebab) dan pencarian, bahkan mereka bergantung padanya seakan-akan sesuatu yang bisa memberinya”
Ada seseorang datang kepada asy-Syibli dan bertanya, “Sabar yang mana yang sangat berat bebanya bagi orang-orang yang bersabar?”
Asy-Syibli menjawab. “Sabar demi Allah SWT (fillah)” Orangitu berkata, “Tidak!!”
Asy-Syibli menjawab lagi, “Sabar bersama Allah (ma’Allah)”. Ia pun berkata, “Tidak!!”
Akhirnya asy-Syibli marah dan balik bertanya, “celaka kau!! Lalu apa?”
Orang menjawab, “Sabar dari Allah (‘anillah)”. Kemudian asy-Syibli berteriak keras dan hampir ruhnya tercabut.
Saya pernah bertanya kepada Ibnu Salim di Basrah tentang sabar. Lalu ia menjawab dengan tiga jawaban: Pertama, orang yang berusaha untuk bersabar (mutashabir). Kedua, orang yang sabar (shabir) dan ketiga, orang yang sangat bersabar (shabhar). Maka, orang yang berusaha bersabar adalah orang yang sabar demi Allah SWT (fillah). Suatu saat ia bersabar atas hal-hal yang tidak diinginkan, tapi di saat yang lain ia tak sanggup bersabar.
Tingkatan ini sebagaimana yang pernah ditanyakan kepada al Qannad tentang sabar. Kemudian ia menjawab, “Sabar ialah senantiasa melakukan yang wajib dalam meninggalkan apa yang dilarang dan tekun melakukan apa yang diperintahkan. Orang yang sabar adalah orang yang sabar pada Allah dan karena Allah. Ia tidak pernah gelisah dan tidak memperkenankan ada kesempatan gelisah dan harapan untuk mengeluh”.
Sebagaimana juga dikisahkan dari Dzun-Nun al-Mishri-raimamullah – yang berkata: Saya pernah datang menjenguk orang sakit. Tatkala ia berbicara padaku ia merintih kesakitan. Kemudian saya berkata kepadanya, “Tidak dianggap jujur cinta seseorang jika tidak sabar atas bahaya yang menimpanya”. Kemudian orang yang sakit balik berkata, “Justru tidak bisa dianggap jujur cinta seseorang bila ia belum bisa merasakan nikmatnya bahaya yang menimpanya”.
Sebuah hadist: “Bahwa Nabi Zakaria a.s tatkala gergaji diletakkan diatas kepalanya, maka ia sekali merintih kesakitan. Kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepadanya, “Jika terdengar rintihan darimu sekali lagi, sungguh Aku akan menjungkir-balikan langit dari bumi antara yang satu dengan yang lain”. (diriwayatkan dari Wahb. Ini cerita dari Bani Israel. Tidak benar bila cerita ini dinisbatkan kepada Aabi SAW).
“Apakah kisah-kisah ini bisa membuat kita lebih sabar Kang?” tanya Pardi.
“Membaca kisah-kisah orang tentang kesabaran, akan memancarkan cahaya sabar akan mematikan amarah kita… Di…”

Yaqin


Disebuah kedai, pardi dan dulkamadi sedang asyik mendiskusikan makna yaqin. “Yaqin itu sebagai lawan dari ragu ragu, skeptik, hipokrit(munafik) dan angan angan panjang yang tidak berkesudahan. Memulai sesuatu haruslah dengan rasa yaqin yang kuat, bukan yaqin pada kekuatan diri, percaya diri, rasa hebat diri, rasa unggul diri, bukan ! Tetapi yaqin pada Allah Ta’ala ” kata kang sholeh mencoba menggaris bawahi sejumlah aksioma tentang yaqin…
“Apa sih kang yang diyakini dari Allah Ta’ala dibalik perjalanan sukses itu sendiri ?”
“lhaah, berarti tandanya kamu masih belum yaqin kalau masih bertanya seperti itu…”
“memang kang. . . Jujur saja saya semakin tolol, ketika membedah soal yaqin ini, sebab banyak orang yang mencoba belajar yaqin. Pada diri sendiri, akhirnya malah terjebak dalam dunia ilmu sihir. Kan celaka”.
“Allah memiliki asma’ dan sifat sifat Agung yang senan tiasa Maha Akrab dengan hamba hambaNya, menghendaki kebajikan hamba dan tidak menginginkan hamba celaka. Seluruh protes hamba seputar takdir. Fakta kehidupan, ketidak adilan, akhirnya hanya membuat “bungkam para hamba ,manakala para hamba memahami Allah. Dan mengenal Allah dengan sesungguhnya. Apa masih kurang yaqin ?”
“uraikan lagi kang”
” Allah tidak pernah mendzalimi para hambaNya, tetapi para hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri,kealpaan dan kelalaian diri telah melemparkan para hamba untuk jauh dari pertolongan dan hidayahNya. Dan,ironisnya kealpaan dan kelalaian itu dinikmati oleh para hamba sebagai bentuk kebanggaan dan arogansi hidup, tanpa ia sadari telah banyak hatinya terluka, sakit dan kelak hatinya mati “
“lagiii kang shol”
” Allah menjadikan hambaNya yang yaqin padaNya, sebagai simbul dari ucapan, pendengaran, tangan dan langkahNya pada diri hamba itu. Dipuncak rasa Yaqin (Haqqul yaqin) segalanya, apapun selain Allah tak berarti apa apa, sehingga sang hamba menjadi merdeka dan bebas secara Universal, benar benar sebagai hamba, bukan hamba dunia dan hawa nafsunya apalagi benar benar bebas secara kompleks.”
“lagi kaang”
” lagi…lagi…satu kalimat belum titik saja kamu gak bisa menjalani apalagi uraian luas, jangan-jangan nanti tambah bingung…”
“siapa tahu diantara ribuan kata yang mengurai ada satu kata saja yang bisa membuatku yaqin,itu bisa membantu sukses diriku dunia akhirat kang shol”
“sekarang coba kita renungkan produk produk karakter orang yang yaqin pada Allah Ta’ala”
“orang yaqin kepada Allah, sikap dan tindakannya, bukan untuk memenuhi hasratnya sendiri, tetapi memang itulah kehendak Tuhannya, sehingga rasa khawatir, takut, gelisah, trauma, dan iri serta dengki, egoistik sirna dari dirinya, lalu ia merasa damai bersama Nya, begitu luas tak terhingga pandangannya. Karena gelisah, takut, khawatir, hanyalah produk hawa nafsu kita yang harus kita lawan.
Orang yang yaqin tidak akan pernah membanggakan prestasinya, mengandalkan kinerjanya, membusungkan dadanya, karena semua itu dari Allah bersama Allah dan menuju kepada Allah.
0rang yang yaqin kepada Allah, seberat apapun problem yang dihadapi, seterpuruk apapun kebangkrutan yang dialami, serendah apapun ketersungkuran ,sosial yang dialami dinasibi, tidak sejengkal langkah pun ia bergeser dari Rahmad Allah. Karena orang yang Yaqin kepadaNya, memandang watak dan karakter dunia, sejak dunia ini ada hingga esok hari kiamat, wataknya memang problematik, dilematik dan kasuistik. Jadi bukan sesuatu yang asing baginya. Orang yang yaqin kepada Allah, dunia maupun akhirat akan menyertainya, memburunya, mengejarnya, karena hamba yang yaqin berada pada pusat pusaran ruhani, dalam putaran kecepatan yang tak terhingga, sampai dirinya serasa diam dan mandiri bersamaNya.
0rang yaqin kepada Allah tidak pernah kehilangan masa depan sama sekali, karena ia telah berada dimasa depan itu secara hakiki, masa depan yang hakiki adalah Allah Ta’ala itu sendiri.”
Pardi dan Dulkamadi serta pengedai kopi cak san, bener bener terkesima, kang saleh pun kaget ,karena orang orang pada mencatat uraian kang shaleh.
“Weleh… weleh, kedai kopi kayak kampus saja. Catat semua dalam hati, dalam penghayatan disini, dalam dada, bukan dalam selembar kertas…” kata kang shaleh sembari ngeloyor keluar dari kedai. Mereka hanya mesam mesem wae. . .he he

Kedamaian


KANG Soleh berkali-kali merngepuskan asap rokoknya ke angkasa. Kepulan asap itu hampir-hampir membuat Kedai Cak San melayang ke udara. Sesekali ia ucapkan istighfar, lain kali jemari kakinya mengetuk-ngetuk ke arah meja. Kang Soleh stres? Tidak! Sebab, ia tampak sedang mencari-cari sesuatu. Kadang ia tersenyum sendiri, kadang bola matanya mengembangkan genangan air mata. Kadang wajahnya sedikit mendongak ke atas, kadang matanya memandang tajam pada satu objek tertentu.
Cak, tidak berani bertanya. Seringkali hal itu dialami Kang Soleh. Tapi, bagi Pardi dan Dulkamdi, kondisi Kang Soleh seperti itu dianggap sebagai bagian dari tema diskusi. Kalau perlu dijadikan objek kajian di majlis kedai kopi itu.
“Dul, pengetahuan apa yang paling utama diantara sejuta ilmu pengetahuan yang ada?” tanya Pardi.
“Pasti ilmu kedokteran. Sebab ilmu itu diilhami oleh penciptaan Siti Hawa’ dari rusuk Adam, itu kan bagian utama dari teori ilmu bedah,” jawab Dulkamdi.
“Bukan, ilmu teknik dan bangunan!” sela Wakidi,” sebab Allah menciptakan alam raya ini melalui teknologi dan teknik struktur yang dahsyat.”
“Kalau saya pasti ilmu politik, sebab dalam menciptakan jagad raya ini, Allah perlu membuat aturan-aturan hukum. Itu kan konsentrasi dunia politik. Apalagi Allah itu Maha Kuasa…ha..ha…ha…” kata anggota majlis kopi lainnya.
Perdebatan ilmu mana yang paling utama berlanjut seru. Masing-masing membuat argumentasi dan klaim paling benar. Bahkan diskusi itu tiba-tiba berubah menjadi debat kusir yang mengarah pada emosi. Suasana jadi geger.
Merlihat suasana seperti itu, Kang Soleh diam saja. Ia biarkan sampai dimana anggota majlis kopi itu menyelesaikan masalah sekaligus mencari solusi sosialnya.
“Kalian ini seperti anak-anak saja…” kata Kang Soleh menyela perdebatan itu. Mereka lantas terdiam, sambil menghela nafas dalam-dalam. “Ya itu… seperti kalian itu… inilah yang sedang saya pikirkan. Mengapa kedamaian kita tidak pernah terwujud? Saya tahu mengapa tidak terwujud? Tetapi saya masih penasaran, mengapa Sandiwara Ilahiyah tentang arah perdamaian ini, belum kita rasakan? Atau mungkin karena dosa-dosa kita sehingga mata hati kita kabur memandang mosaik kedamaian yang hakiki?”
“Wah, sorry Kang, kita memang kebacut! Tapi pasti ada hikmahnya Kang,” kata Pardi mewakili teman-temannya. “Tapi bagaimana sebenarnya menurut Kang Soleh, apakah prioritas utama atas pengetahuan itu salah, Kang?”
“Semua ilmu itu milik Allah. Karena itu ilmu yang lebih mendekatkan kepada Allah itulah yang harus Anda cermati dulu. Tetapi jangan sampai Anda mengabaikan yang lain, karena ilmu itu semua dari Allah swt.”
Mereka hanya manggut-manggut belaka, memahami wacana Kang Soleh, sembari menghayati dalam hati masing-masing, menurut potensi hati masing-masing, dan menurut situasi pergolakan hati masing-masing.
“Yang dirisaukan Kang Soleh tadi?”
“Saya hanya heran. Setiap hari, sehabis salat, kita baca doa, Allahumma Anta as-Salaam, wa-Minka as-Salaam, wailaika Ya’udus Salam, Fahayyina Rabbanaa bis-Salaam, wa-Adkhilnal Jannata Daaras Salaam…(Ya Allah, Engkaulah kedamaian, dari-Mu-lah kedamaian itu, dan kepada-Mu-lah kedamaian itu berpulang. Maka damaikanlah hidup kami, dan masukkanlah kami ke Syurga penuh damai…). Lha, iya, kok masih terus bengekerengan seperti kamu-kamu ini….”
“Kalau Kang Soleh heran…apalagi kami-kami ini Kang!”
“Ya…,saya dengan kalian, tidak ada bedanya. Sama-sama hamba Allah.
Soal penghayatan, saya yakin Cak San bisa lebih mantap daripada saya. Tapi benar juga ya, barangkali karena orang yang mengucapkan doa tadi tidak disertai zikir dalam hatinya. Sebab, kedamaian itu tidak terletak pada mulut dan anjuran. Palagi setelah dicarikan jalan dan direkayasa, malah nggak damai-damai. Damai itu kan, bermula dari jiwa kita sendiri. Dan jiwa kita bisa damai kalau jiwa kita berzikir, ingat terus menerus kepada Allah. Kalau begitu dusta, orang yang bicara kedamaian tanpa zikrullah!”.
Sambil manthuk-manthuk, Kang Soleh bangkit dari duduknya, tanpa babibu, ngeloyor saja keluar dari kedai.
Dulkamdi dan Pardi, Wakidi dan yang lainnya, saling memandang satu dengan lainnya. Mereka mencoba mengerti apa yang dikatakan Kang Soleh, dan mereka pun tersenyum simpul, kecuali Dulkamdi yang tertawa meledak seperti gludhuk.